Show simple item record

dc.contributor.advisorPRASETYO, Hery
dc.contributor.authorPANOTOGOMO, Waro’ Aam
dc.date.accessioned2019-04-08T03:01:46Z
dc.date.available2019-04-08T03:01:46Z
dc.date.issued2019-04-08
dc.identifier.nimNIM140910302035
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90081
dc.description.abstractKorupsi menjadi problem klasik dalam masyarakat kita, pertemuan sistem birokrasi modern dengan sistem tradisional yang terlebih dulu ada dalam masyarakat kita, menjadi salah satu penyebab awal dari terjadinya perilaku korupsi itu. Lebih khusus dalam birokrasi perguruan tinggi di kampus jember, yang mana silang sengkarut antara birokrasi modern dan tradisionalitas sangat tampak dalam tata kelola birokrasi, yang akhirnya memberikan efek perilku negatif berupa Korupsi, atau lebih khusus lagi soal Potlach. Peneliti ini mengunakan konsep Korupsi dari Syed Hussein Alatas, yang menjalaskan bentuk dan bagaimana korupsi itu. Lebih khusus penelitian ini memberikan fokus pada Potlach, yang secara konsep juga beririsan dengan perilaku korupsi, penekanan Potlach ada pada makna dalam setiap pemberian, dan konsep Potlach yang peneliti gunakan adalah dari Marcel Mauss. Penelitian ini mengambil lokus riset nya pada beberapa perguruan tinggi negri dan swasta yang terdapat di Kabupaten Jember, nama perguruan tinggi tidak bisa saya sebutkan, sebagai upaya peneliti untuk melindungi informan. Dalam penelitian ini, saya mengunakan metode pendekatan fenomenologi, dengan memperhatikan data-data yang saya cari sangat bergantung pada pemaknaan setiap informan, dan saya menganggap dengan fenomenologi mampu mencari sesuatu yang mendalam untuk mendapatkan satu pemahaman yang mendetail, selain itu, intensionalitas yang ada dalam fenomenologi menjadi hal yang sangat saya butuhkan dalam penelitian ini. Informan dalam penelitin ini di tentukan dengan Purposif Sampling, mengrahkan data sesuai dengan kebutuhan, infroman dalam penelitian ini di vi antaranya adalah pejabat di lingkungan birokrasi perguruan tinggi seperti ketua jurusan, atau pimpinan lembaga dalam perguruan tinggi. Sementara itu untuk mengumpulkan data di lakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan dalam teknik analisi data, saya menggunakan Interpertative phenomenology. Hasil dari penelitia ini menemukan bahwa ada penyematan makna budaya dalam setiap perilaku korupsi, secara sadar dan sengaja di lakukan oleh individu dalam birokrasi perguruan tinggi, penyematan itu juga di lakukan secara sistemik, mengunakan sistem sebagai aspek mendasar dalam pelaksanaan pembenaranya, dan juga mengunakan sistem untuk merubah perilaku individu dalam birokrasi yang awal nya baik menjadi pelanggar aturan birokrasi. segala bentuk yang di nilai menyimpang dari aturan birokrasi, semua menjadi lazim karena mendapat penyematan makna budaya (Kulturalisasi), baik secara tersistem atau pun secara tidak sengaja. Setidaknya saya mengklasifikasi bentuk kulturalisasi menjadi dua, yaitu kulturalisasi secara individu dan kulturalisasi secara formal. Secara sederhana yang menjadi pokok fundamental dalam konsep dan perilaku korupsi ini adalah hubungan-hubungan yang terbangun antar individu selalu berdasar pada prinsip pasar. Namun tidak adanya pasar yang kuat dan perilaku ekonomi yang di kendalikan oleh perhitungan-perhitungan rasional mendorong tumbuhnya hubungan-hubungan yang tergantung pada pertalian yang di tumbuhkan oleh adat kebiasaan dan kekauasaan yang menjurus ke arah nipotisme. Selin itu, banyak interpretasi individu dalam birokrasi tentang sebuah Korupsi sebagai Arisan, jatah, dan bagin dari sistem birkorasi. interpretasi potlach jug bermacam-macam. Ada yang memaknai nya sebagai bentuk Shodaqoh, Jatah, uang tidak bertuan, barokah, ghonimah dan beberapa interpretasi lain. Berbagai bentuk proses yang saya temukan menunjukkan adanya kontiniunitas atau keajegan yang terus di bangun dan di jaga, perilaku yang secara aturan dalam sistem birokrasi dilarang, namun secara terus menerus di lakukan, sehingga kesadaran akan perilaku yang dilarang akan hilang, dan berganti perilaku yang sebenarnya vii dilarang menjadi di anggap boleh, hal ini terjadi karena kebiasaan yang terus menerus di lakukan. Ber-sistem dan terus berlanjut menjadi salah satu temuan yang cukup menarik dalam penelitian ini, bagaimana kemudian interpretasi korupsi lahir dari setiap individu, yang ada di dalam sistem birokrasi sekaligus ikut andil dalam keberlanjutan perilaku korupsi yang telah membentuk sistem. Seperti hal nya yang di jelaskan oleh Alatas, bahwa untuk menghasilkan korupsi yang meluas di antara pegawai pemerintah (lingkungan birokrasi) di perlukan kehadiran korupsi awal sebab utama adanya kondisi itu, dan menjadi sebab adanya kondisi itu, kemudian muncul efek, yang menjadikan korupsi sebagai hal yang jamak.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140910302035;
dc.subjectKorupsien_US
dc.subjectPotlachen_US
dc.titleInterpretasi Korupsi dan Potlach dalam Praktik Birokrasi Perguruan Tinggi di Kampus Jemberen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record