Respon Indonesia Terhadap “Kampanye Hitam” Ekspor Sawit Oleh Uni Eropa
Abstract
Minyak kelapa sawit adalah suatu komoditas primadona bagi Indonesia.
Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 11 juta hektar menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan produksi sawit paling besar di dunia. Banyak
negara yang membutuhkan minyak sawit Indonesia. Salah satunya ialah negaranegara di Uni Eropa. Uni Eropa menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia.
Jenis yang paling banyak dibutuhkan ialah minyak sawit mentah atau Crude Palm
Oil (CPO) yang nantinya akan diolah menjadi produk turunan menjadi seperti
makanan maupun campuran biodiesel. Anehnya, Parlemen Eropa mengesahkan
Resolusi Sawit yang berisi pelarangan minyak sawit Indonesia untuk masuk ke Uni
Eropa pada tahun 2017. Larangan yang dimaksud ialah minyak sawit yang
diperuntukkan untuk bahan campuran biodiesel dengan alasan bahwa minyak sawit
Indonesia tidak ramah lingkungan dan mengancam habitat satwa hutan. Indonesia
pun meradang dan menganggap Uni Eropa melakukan “kampanye hitam”.
Indonesia kemudian melakukan upaya-upaya diplomasi dengan harapan Parlemen
Eropa menghapus kebijakannya tersebut. Sayangnya, upaya diplomasi tersebut
hingga sekarang masih belum berhasil.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya
diplomasi Indonesia terkait permasalahan “kampanye hitam” minyak sawit.
Sedangkan fokusnya yakni terkait bagaimana serangkaian proses diplomasi yang
sudah dilakukan oleh berbagai elemen. Padahal sudah banyak pihak yang
melakukan diplomasi mulai dari Presiden, menteri, anggota DPR, hingga warga
sipil juga ikut serta berpartisipasi, namun hasilnya belum memuaskan.