Status Riwayat Pengobatan dan Faktor-faktor Lain pada Kejadian Putus Berobat Pasien Multiple Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB)
Abstract
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB yang memiliki riwayat putus berobat atau default meningkatkan risiko terjadinya Multiple Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB). MDR TB merupakan resistansi bakteri terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama. Riwayat pengobatan pasien yang pernah mendapat obat antituberkulosis sebelum pengobatan MDR TB diduga menjadi penyebab pasien tidak tuntas menyelesaikan pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien MDR TB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam penanganan terapi pada pasien MDR TB serta menurunkan angka kejadian putus berobat pada kasus MDR TB. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan retrospektif cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien MDR TB pada tahun 2014-2017 di Rumah Sakit Paru Jember. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapat dari rekam medis pasien MDR TB di Rumah Sakit Paru Jember. Data sekunder yang diperoleh berupa data demografi, hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang pasien. Data rekam medis yang telah didapatkan didistribusikan dan dianalisis secara bivariat menggunakan metode chi square kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan metode regresi logistik. Hasil uji bivariat status riwayat pengobatan dengan kejadian putus berobat pada pasien MDR TB didapatkan nilai (p=0,761; OR=0,871). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status riwayat pengobatan dengan kejadian putus berobat pada pasien MDR TB. Hasil uji bivariat faktor faktor yang mempengaruhi kejadian putus berobat pada pasien MDR TB antara lain usia (p=0,047; OR=2,393), jenis kelamin (p=0,850; OR=1,086), jarak tempat tinggal (p=0,856; OR=1,094), lingkungan tempat tinggal (p=0,856; OR=1,094), status pernikahan (p=0,799; OR=0,868), tingkat pendidikan (p=0,557; OR=1,320), pekerjaan (p=0,938; OR=0,963), bilirubin total (p =0,906; OR=1,128), albumin (p=0,652; OR=1,220), SGOT (p=0,095; OR=0,458), SGPT (p=0,995; OR=0,997), alkali phospatase (p=0,144; OR=0,529), BUN (p=0,553; OR=1,737), serum kreatinin (p=0,830; OR=1,143), asam urat (p=0,080; OR=0,459), gula darah sewaktu (p=0,740; OR=1,172), tes pendengaran (p=0,158; OR=0,375) dan gambaran foto rontgen (p=0,905; OR=1,080). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada variabel usia dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, tempat tinggal, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kadar bilirubin total, albumin, SGOT, SGPT, alkali phospatase, BUN, serum kreatinin, asam urat, dan gula darah sewaktu, serta tes pendengaran dan foto rontgen dengan kejadian putus berobat pada pasien MDR TB. Pada uji multivariat usia (p=0,049; OR=0,418) merupakan faktor determinan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usia merupakan faktor determinan yang mempengaruhi kejadian putus berobat. Jadi, usia >50 tahun pada pasien dapat meningkatkan risiko kejadian putus berobat pada pengobatan MDR TB.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]