dc.description.abstract | Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang
didirikan pada 13 Januari 1926 sebagai wadah bagi masyarakat muslim Indonesia
untuk mempertahankan keberadaan ideologi ahlussunnah wal jama’ah. Dalam
perkembangan organisasi NU dari awal berdiri hingga tahun 2010 mengalami
berbagai kondisi sebagai jam’iyah dan sebagai partai politik. Pada muktamar ke-27 di
Situbondo tahun 1984, NU menegaskan gerakannya untuk tidak terjun dalam politik
praktis dan lebih mengutamakan melakukan gerakan sosial keagamaan yaitu NU
kembali ke khittah 1926. Pilihan tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi NU,
terdapat beberapa faksi dalam tubuh NU yang memiliki pandangan tentang khittah
yang berbeda. Perbedaan pandangan faksi-faksi dalam tubuh NU dalam menyikapi
gagasan kembali ke khittah 1926 berakibat konflik dalam internal NU. Konflik yang
terjadi menjadikan warga NU melakukan beragam partisipasi politiknya, baik dalam
partai politik, organisasi NU itu sendiri serta dalam pemerintahan. Peranan tokoh NU
dalam menetralisir konflik antak faksi dalam tubuh NU mutlak diperlukan agar
organisasi tersebut dapat berkembang guna membangun bangsa Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik NU pasca muktamar ke-27 di Situbondo tahun
1984, bagaimanakah partisipasi politik NU pasca muktamar ke-27 di Situbondo tahun
1984-1998 serta bagaimanakah partisipasi politik NU pasca reformasi tahun 19982010.
Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi politik yang dilakukan oleh NU pasca muktamar ke27
di Situbondo tahun 1984, mengetahui partisipasi politik NU pasca muktamar ke-
27 di Situbondo tahun 1984-1998 sera untuk mengetahui partisipasi politik NU pasca
reformasi tahun 1998-2010. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristic, kritik, interpretasi, dan
historiografi.
Adapun hasil penelitian dari partisipasi politik Nahdlatul Ulama pasca
muktamarke-27 di Situbondo tahun 1984-2010 adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik NU pasca muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984
terdapat dua faktor. Pertama, faktor internal yaitu ; munculnya generasi ketiga NU
yang didominasi oleh kaum muda NU; adanya faksi politik dalam NU yang masih
menginginkan membawa NU untuk melakukan politik praktis; terdapat pembedaan
penafsiran tokoh NU terhadap gerakan kembali ke khittan 1926; muncul perbedaan
penafsiran para tokoh NU terkait hubungan NU dengan negara. Kedua, faktor
eksternal yang mempengaruhi partisipasi politik NU adalah adanya keputusan NU
untuk memberi kebebasan kepada warganya untuk menentukan pilihan politiknya
yang dimanfaatkan oleh organisasi politik merebut masasa pendukung NU.
Partisipasi politik NU pasca muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984-1988 adalah
NU menerima azas Pancasila sebagai azas tunggal organisasi, NU melepaskan ikatan
organisatoris dari PPP guna mewujudkan budaya politik primordialis, NU
berpartisipasi dalam pemilu 1987 dengan tidak memperkenankan warganya untuk
golput, NU berpartisipasi dalam pemilu 1992 dengan menyukseskannya, partisipasi
politik NU pada pemilu 1997. Partisipasi politik NU pada tahun 1998-2010 tergolong
aktif sesuai dengan pendapat Ramlan Surbakti yang mengungkapkan bahwa
partisipasi aktif adalah mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan
kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan,
membayar pajak dan memilih pemimpin.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan adalah NU
sebagai organisasi sosial keagamaan di Indonesia haruslah konsisten dalam
partisipasi politik di Indonesia supaya tetap dijaga. Keberlangsungan programprogram
yang ada dalam NU ditingkatkan guna dapat meningkatkan kesejahteraan
warga NU khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. | en_US |