dc.description.abstract | Berdasarkan observasi dan wawancara terhadap guru bidang studi
matematika SMP Kartika IV-7 Pesanggaran Banyuwangi, kurangnya aktivitas
siswa dalam pembelajaran menyebabkan ketuntasan belajar siswa juga masih
kurang. Model yang dapat membantu siswa untuk aktif dalam pembelajaran
sehingga lebih memahami dan mengingat materi yang siswa pelajari dilaksanakan
dengan enam fase model penemuan terbimbing (guided discovery) antara lain fase
perumusan masalah, analisa data, penyusunan konjektur, evaluasi konjektur, dan
aplikasi. Dalam proses belajar, metode resitasi atau pemberian tugas terdiri atas
tiga komponen, yaitu pemberian tugas, pelaksanaan tugas, dan
mempertanggungjawabkan tugas.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Kartika IV-7 Siliragung
Banyuwangi berjumlah 18 siswa. Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Jenis penelitian adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian ini mengadopsi model skema Mc Taggart yang
terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Penelitian ini menggunakan dua siklus pembelajaran. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah dokumentasi, observasi, tes dan wawancara. Data yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah hasil observasi aktivitas guru, aktivitas
siswa, tagihan dan hasil ulangan harian siswa. Penerapan metode resitasi dengan penemuan terbimbing dalam penelitian
ini berjalan baik. Fase perumusan masalah diberikan oleh guru. Fase analisa data,
siswa mengolah data yang diberikan guru lewat tanya-jawab di siklus 1 atau siswa
mencari sendiri dan memilah informasi dari sekian banyak data sampai mereka
menemukan pola permasalahan yang dikehendaki seperti di siklus 2. Selanjutnya,
di fase penyusunan konjektur, siswa diberi kesempatan untuk mengajukan analisa
menurut pendapat mereka sendiri, baik di siklus 1 dan 2, perbedaannya hanyalah
di siklus 2 mereka lebih aktif daripada aktivitas di siklus 1 pada fase ini. Hal ini
karena penyajian pembelajaran berbeda dengan siklus 1 yakni di siklus 2 guru
membuat jalannya diskusi yang bersifat kompetitif sehingga setiap siswa
berlomba-lomba untuk menyampaikan pendapat yang paling benar. Fase evaluasi
di siklus 2 lebih baik dibandingkan dengan siklus 1. Di siklus 2, siswa diminta
untuk memperhatikan salah satu kelompok yang presentasi untuk mencari dan
memperbaiki sendiri letak kesalahan kelompok yang tampil, berbeda dengan
siklus 2 dimana guru masih banyak berperan membantu siswa memperbaiki
konjektur yang kurang benar. Fase penarikan kesimpulan, baik di siklus 1 maupun
2 kurang lebih sama, siswa diminta mengerjakan contoh soal sederhana. Fase
aplikasi lebih tinggi tingkatannya dalam mengerjakan soal, karena soal yang
diberikan merupakan soal aplikasi di kehidupan sehari-hari.
Komponen mempertanggungjawabkan tugas, siswa diminta untuk
presentasi, mengumpulkan tugas individu atau kelompok, LKS, PR, dan
mengikuti UH. Uji kuantitatif menjelaskan, persentase aktivitas siswa secara
klasikal dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu pada pertemuan 1 sebesar 78.7%; pada
pertemuan 2 sebesar 85,4%; pada siklus 2 pertemuan 3 sebesar 92.4%; dan pada
pertemuan 4 sebesar 94.9%. Siklus 2 dilaksanakan untuk memberikan
perbaikan/pemantapan pada tahap yang dirasa masih kurang. Ketuntasan hasil
belajar siswa pada penelitian ini pada siklus 1 sebesar 66.67% dan mengalami
peningkatan pada siklus 2 yaitu mencapai 88,89%.
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan metode resitasi dengan penemuan terbimbing dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi aritmatika sosial. | en_US |