dc.description.abstract | Buku ini memberikan informasi tentang eksploitasi yang dilakukan
oleh Pemerintah Kolonial Belanda di wilayah Karesidenan Madiun.
Uniknya, para Bupati di Karesidenan Madiun mensupport usaha Belanda
untuk mengeksploitasi wilayah Karesidenan Madiun. Para Bupati
menyerahkan tanah lungguh miliknya beserta cacahnya pada pemerintah
Kolonial Belanda. Mereka mendapat ganti rugi berupa gaji bulanan
yang dibayarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Spirit ini yang
menggerakkan Bupati untuk memerintahkan para Bekel yang berada di
wilayahnya untuk patuh pada pemerintah Kolonial.
Sempurna sudah yang didapatkan Belanda di Karesidenan Ma diun.
Langkah awal yang dilakukan Belanda adalah memilih tempat-tempat
yang subur yang dekat dengan irigasi untuk dita nami tebu sebagai tanaman
agroindustri. Sekaligus mewajibkan masyarakatnya untuk menanam
kopi. Untuk memaksimalkan hasil yang didapatkan dengan cara merubah
pola penguasaan tanah. Dari kepemilikan individu menjadi kepemilikan
komunal. Efek yang diinginkan adalah kelonggaran masyarakat untuk
tidak memikirkan warisan kepada keturunannya.
Begitu juga dengan penanaman kopi, yang jarak tanamnya
jauh dari tempat tinggal penduduk memungkinkan rumah tangga di
Karesidenan Madiun berpindah di hutan hutan tempat penanaman kopi.
Mereka biasanya berbulan bulan mengerjakan keperluan untuk tanaman
kopi, mulai dari pembersihan hutan, menanam bibitnya, menyiram,
memindahkan tanaman kopi ke lahan yang sudah disiapkan, memanen,
memproses sampai menjadi kopi berasan, mem butuhkan waktu berbulan
bulan. Efek jangka panjangnya adalah tumbuhnya jumlah penduduk
sebagai akibat para wanita dipisahkan dari keturunannya untuk membantu
suami di hutan hutan tempat menanam kopi. Berpisahnya para wanita
dari keturunannya memudahkan para wanita-wanita tersebut untuk hamil
kembali. Keuntungan yang didapat oleh Pemerintah Kolonial Belanda
adalah banyaknya tenaga kerja baik wanita maupun anak-anak yang dapat
dipekerjakan di kebun kebun kolonial. | en_US |