Dampak Indikator Fundamental Makroekonomi Terhadap Investasi Portofolio Di Asean 5
Abstract
Aliran modal asing khususnya portfolio investment menjadi topik utama yang diperdebatkan dalam sistem keuangan internasional. Dalam hal ini khususnya bagi emerging market yang membutuhkan mobilisasi dana asing dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional yang diyakini dapat meningkatkan pembangunan ekonomi negara (Broto et al. 2011). Berdasarkan teori ekonomi, pergerakan aliran modal akan bermanfaat bagi perekonomian suatu negara khususnya di sektor pasar modal, tetapi aliran modal masuk (capital inflow) juga menyebabkan risiko yaitu extreme volatility bagi pasar modal yang dapat memengaruhi stabilitas nilai tukar (Berkaert dan Harvey, 2003; Chayawadee dan Ho, 2008; Edwards, 2000). Adanya goncangan pada stabilitas nilai tukar secara otomatis juga memengaruhi iklim investasi di negara tersebut. Selain itu, arus modal yang masuk apabila tidak dikelola dengan benar maka akan menimbulkan resiko bagi negara penerima modal yaitu resiko makro ekonomi, resiko ketidakstabilan keuangan dan risiko pembalikan arus modal (Baharumshah dan Thanoon, 2006).
Portofolio yang masuk di suatu negara membawa dampak positif dan negatif bagi perekonomian negara penerima modal (Aizenman dan Pascrischa, 2013; Cavoli 2014). Kondisi fundamental makroekonomi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi aliran modal masuk yaitu invetasi portofolio (Alhusna dan Suseno, 2016; Pala, 2015; Eliza, 2013). Rahlan (2006) dalam bahwa fundamental makroekonomi cukup penting dalam menarik investor dalam menanamkan modalnya sehingga perlu memberikan intensif terhadap kondisi makroekonomi. Selain itu, keterbukaan sektor pasar modal di suatu negara dengan pemberian kelonggoran akan menentukan kepetusan investor dalam menanamkan modalnya di suatu negara (Setiawan, 2012). Investasi portofolio mampu mencerminkan respon terhadap perekonomian baik dalam negeri maupun luar negari karena kondisi tersebut memiliki keterkaitan dengan indikator fundamental makroekonomi masing-masing negara (Hasmi dan Waqas, 2015).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh indikator makroekonomi terhadap investasi portofolio yang masuk di masing-masing negara ASEAN 5. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah VECM (Vector Error Correction Model) sebagai metode untuk melihat hubungan kausal secara parsial dan simultan variabel dependen dan independen di masing-masing negara ASEAN 5. Fundamental makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel nilai tukar nominal, inflasi, pertumbuhan GDP riil, dan suku bunga riil.
Hasil uji stasioneritas data menunjukkan bahwa di ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand) tidak semua variabel stasioner pada tingkat level. Variabel investasi portofolio dan pertumbuhan GDP riil stasioner pada tingkat level untuk semua negara. Sedangkan variabel nilai tukar nominal di semua negara menunjukkan stasioner pada tingkat 1st difference dengan α=5%. Sementara hasil yang berbeda ditunjukkan pada variabel inflasi dan suku bunga riil, variabel inflasi stasioner pada tingkat level di Malaysia, Filipina, dan Thailand sedangkan stasioner pada tingkat 1st differenonce di Indonesia dan Singapura. Variabel suku bunga stasioner pada tingkat 1st differenonce untuk semua negara kecuali Malaysia stasioner pada tingkat level. Hasil kointegrasi menunjukkan bahwa antara variabel investasi portofolio, nilai tukar nominal, inflasi, pertumbuhan GDP riil, dan suku bunga riil mempunyai hubungan jangka panjang pada α=1% di ASEAN 5.
Berdasarkan hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa di Indonesia secara parsial variabel makroekonomi yang mempengaruhi investasi portofolio secara signifikan dalam jangka pendek adalah variabel nilai tukar nominal dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh negatif signifikan, sedangkan suku bunga riil berpengaruh positif signifikan. Sementara itu, di Malaysia dalam jangka pendek variabel nilai tukar nominal, pertumbuhan GDP riil dan suku bunga riil berpengaruh negatif signifikan terhadap investasi portofolio. Berbeda dengan hasil di Singapura bahwa semua variabel makroekonomi dalam penelitian ini secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap investasi portofolio yang masuk ke negara Singapura. Sedangkan di Filipina hanya dua variabel makroekonomi yang berpengaruh secara signifikan yaitu inflasi dan pertumbuhan GDP riil. Selanjutnya, di Thailand terdapat tiga variabel makroekonomi yang berpengaruh signifikan terhadap investasi portofolio yaitu inflasi, pertumbuhan GDP riil, dan suku bunga riil. Sementara itu, hasil estimasi VECM jangka panjang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar nominal tidak berpengaruh signifikan di negara Malaysia. Sedangkan variabel inflasi hanya berpengaruh signifikan di Malaysia dan Thailand. Selanjutnya, variabel pertumbuhan GDP riil berpengaruh signifikan di semua negara dalam penelitian ini. Sementara itu, suku bunga riil hanya berpengaruh signifikan di negara Singapura.
Hasil uji F dari regresi VECM di masing-masing negara ASEAN 5 menunjukkan bahwa secara simultan indikator makroekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi portofolio yang masuk di ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Hal itu ditunjukkan dengan nilai F-statistik lebih besar dari nilai F-tabel serta nilai Adj. R-Squared lebih dari 50%. Hasil uji Kausalitas Granger menunjukkan bahwa aliran investasi portofolio tidak memiliki pengaruh terhadap perekonomian negara Indonesia dan Filipina, yang diproksi dengan pertumbuhan GDP riil. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai probabilitas dari hasil uji kasualitas granger variabel investasi portofolio lebih dari nilai α=5%. Sedangkan hasil untuk negara Malaysia, Singapura, dan Thailand, aliran investasi portofolio memiliki pengaruh signifikan terhadap perekonomian di masing-masing negara.
Berdasarkan hasil estimasi dapat dipaparkan sebuah implikasi kebijakan yang dilakukan di ASEAN 5. Kebijakan yang dilakukan dapat melalui penciptaan sistem keuangan yang sehat oleh otoritas moneter dan pengaturan arus modal (kontrol modal). Pengaplikasian sistem keuangan yang sehat diperlukan kontrol modal yang tepat melalui monitoring indikator makroekonomi. Hal tersebut dapat dilakukan guna mengelola risiko dari lonjakan arus modal yang masuk. Alat yang yang digunakan untuk mengatasi peningkatan arus modal tersebut berupa kebijakan makroekonomi dan stabilitas keuangan, dimana keduanya sangat penting dalam pengontrolan modal masuk. Dari sisi makroekonomi, dikhawatirkan pada agregrat arus modal masuk, apresiasi nilai tukar, inflasi serta overheating pada perekonomian. Sehingga penggunaan kebijakan pengaturan arus modal (kontrol modal) bertujuan untuk mencegah arus modal keluar dari suatu negara khususnya yang memiliki neraca pembayaran yang lemah. Selain itu juga melindungi otonomi kebijakan moneter, dimana kontrol terhadap arus modal digunakan untuk meminimumkan tekanan apresiasi nilai tukar nominal ketika terjadi aliran modal masuk yang besar. Tidak hanya itu, kontrol modal juga digunakan untuk mempertahankan suku bunga domestik yang rendah sehingga berdampak pada pengurangan domestic debt servicing cost dan menjaga laju inflasi.