Pengembangan Sensor Antioksidan Berbasis Kertas (Paper Microzone Plates) Dengan Reagen Abts
Abstract
Antioksidan penting dalam tubuh untuk meminimalkan kerusakan oksidatif yang berasal dari radikal bebas yang dapat menyebabkan beberapa penyakit age related, terutama kanker dan gangguan neuro degeneratif. Aktivitas antioksidan dapat menurun jika jumlah radikal bebas berlebihan, oleh karena itu diperlukan antioksidan eksogen (berasal dari bahan pangan yang dikonsumsi) dalam jumlah yang lebih banyak (Astuti, 2008). Tanaman obat mengandung berbagai senyawa fitokimia seperti fenol, flavonoid, vitamin, tanin, dan banyak diantaranya memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Kumar dkk., 2013), namun informasi ilmiah tentang aktivitas antioksidan tanaman obat belum banyak ditemukan. Untuk mencari antioksidan alami, pengujian tanaman obat masih diperlukan (Cholisoh dan Utami, 2008).
Salah satu pengujian antioksidan yaitu menggunakan metode ABTS. Pengujian antioksidan dengan metode ABTS dapat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ataupun spektrofotometri. Namun, metode KCKT dan spektrofotometri memiliki kekurangan yaitu peralatan yang digunakan cukup mahal, waktu analisis yang lama, dan memelukan personil yang berkualitas (Pisoschi dan Negulescu, 2011; Gani dkk., 2015). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan alternatif pengujian antioksidan yang cepat, mudah, dan murah, yaitu salah satunya menggunakan sensor. Sensor diartikan sebagai alat yang memiliki kemampuan mengubah suatu energi menjadi energi yang lain, seperti pada sensor kimia.
Dalam penelitian ini, sensor kimia yang dikembangkan adalah sensor kimia berbasis reagen ABTS. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah fabrikasi sensor antioksidan, karakterisasi sensor antioksidan, dan membandingkan metode sensor antioksidan dengan metode spektrofotometer UV-Vis. Fabrikasi sensor antioksidan dilakukan dengan mengimobilisasi campuran reagen ABTS dan kalium persulfat pada kertas sebanyak 3 μL, kemudian dikeringkan dengan hair dryer selama ±2 menit. Kondisi analisis yang dioptimasi yaitu volume reagen ABTS dan konsentrasi reagen ABTS. Kondisi optimal sensor antioksidan yang digunakan adalah volume reagen 3 μL dan konsentrasi reagen ABTS 14 mM.
Karakterisasi sensor antioksidan meliputi pengukuran waktu respon, uji linieritas, penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ), uji presisi, uji akurasi, uji selektivitas, dan pengukuran waktu pakai. Hasil penelitian menghasilkan waktu respon pada 8 menit, uji linieritas berada pada rentang 0,1-1mM dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,997 dan nilai Vx0 sebesar 1,255%. Batas deteksi sensor antioksidan adalah 0,035 mM QE dan batas kuantifikasi adalah 0,104 mM QE. Uji presisi memberikan hasil yang presis dengan nilai RSD sebesar 1,679 %. Uji akurasi memberikan hasil yang akurat sebesar 96,587 % untuk ekstrak daun jambu merah; 97,422 % untuk ekstrak daun jambu putih; 102,211 % untuk ekstrak kayu secang; dan 101,284 % untuk ekstrak rimpang kunyit. Deteksi aktivitas antioksidan akan terganggu dengan adanya sukrosa, amilum, dan nipagin. Sensor antioksidan stabil selama 2 jam pada penyimpanan suhu 25ºC dan 2 hari pada penyimpanan suhu 4ºC. Pengukuran aktivitas antioksidan berdasarkan perubahan intensitas warna yang terjadi setara dengan milimolar kuersetin ekuivalen (mM QE). Metode sensor antioksidan tidak memberikan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan metode pengujian spektrofotometri UV-Vis.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]