Pengaruh Pemberian Diet Beras Analog Terhadap Gambaran Histopatologi Organ Hepar Tikus Model Dm Tipe 2
Abstract
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah di atas nilai normal (hiperglikemia) akibat
terganggunya sekresi insulin, kerja insulin itu sendiri, ataupun keduanya.
Sebanyak 90-95% kasus DM merupakan DM tipe 2 akibat defisiensi insulin
relatif dan resistensi insulin perifer (ADA, 2017). Pada keadaan DM, terjadi
aktivasi enzim yang berperan dalam proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di
hepar yang berakhir pada resistensi insulin. Resistensi insulin mengakibatkan
terjadinya kondisi hiperglikemia dan stres oksidatif yang dapat memperberat
keadaan DM dengan merusak beberapa jaringan tubuh, salah satunya hepar.
Kondisi yang sering berkaitan dengan gangguan hepar berupa Nonalcoholic Fatty
Liver Disease (NAFLD). Mekanisme patogenesis dan progresivitas NAFLD
dikenal dengan “two-hit theory”. Teori pertama adalah akumulasi lemak pada
penderita obesitas atau resistensi insulin, sementara teori kedua adalah induksi
sitokin inflamasi akibat stres oksidatif, peroksidasi lipid, dan endotoksin. Kedua
teori ini menyebabkan kematian sel, infiltrasi sel inflamasi, dan fibrosis hepar.
Kerusakan mitokondria juga terlibat pada stres oksidatif dan ROS diproduksi
dalam jumlah besar (Manco, 2009).
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan DM tipe 2 secara komprehensif. Sayangnya, masyarakat
Indonesia memiliki budaya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok
(Tarigan, 2003). Hal ini tentu dapat mengurangi optimalitas pengendalian kadar
glukosa darah (KGD) bagi penderita DM tipe 2, sebab beras merupakan sumber
karbohidrat dengan indeks glikemik (IG) tinggi yang dengan cepat dapat
meningkatkan KGD setelah makan (Arif dkk., 2013).
Beras analog merupakan salah satu terobosan untuk diet penderita DM.
Umumnya, beras analog memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dan indek
glikemik yang lebih rendah dari beras biasa. Diet tinggi serat terbukti dapat
mengendalikan kadar glukosa pada penderita DM tipe 2 (Chandalia dkk., 2000;
Subagio dkk., 2012).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian diet beras
analog terhadap gambaran histopatologi organ hepar tikus model DM tipe 2.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental murni secara in vivo
dengan rancangan post test only control group design. Terdapat 24 sampel
penelitian dengan satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Kelompok
perlakuan terdiri dari kelompok PBA1, PBA2, dan PBB. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah beras analog dengan dua formula yang berbeda dan beras
biasa. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi organ
hepar tikus model DM tipe 2.
Tikus model DM tipe 2 diperoleh dengan cara diet tinggi lemak-tinggi
protein dikombinasikan dengan induksi streptozotocin (STZ) dosis rendah secara
intraperitoneal. Tikus diberi diet tinggi lemak-tinggi protein selama 40 hari. Pada
hari ke-33 diinjeksi STZ intraperitoneal. Satu minggu pasca induksi dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah puasa. Tikus yang memiliki kadar glukosa darah
puasa >126 mg/dl dijadikan model tikus DM tipe 2 (Srinivasan dkk., 2005).
Kemudian tikus diberi diet beras analog dan beras biasa selama 21 hari. Tikus
dikorbankan pada akhir minggu ketiga pascaperlakuan. Tikus dibedah dan diambil
heparnya lalu disimpan dalam larutan Buffer Neutral Formalin 10% pada pot
organ. Hepar diproses menjadi preparat histopatologi menggunakan pengecatan
Hematoxilin Eosin.
Data penelitian berupa gambaran histopatologi hepar tikus model DM tipe
2 serta rata-rata skor derajat kerusakan hepatosit. Hasil rata-rata skor hepatosit
adalah kelompok K 1,58+0,22; PBB 2,25+0,29; PBA1 1,93+0,26; PBA2
1,94+0,25. Selanjutnya dilakukan uji normalitas data dengan uji Saphiro-Wilk,
diuji homogenitasnya dengan uji Levene, kemudian dianalisis menggunakan uji
One-Way ANOVA menunjukkan nilai p=0,04 yang menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan secara statistik (p<0,05) antara kelompok K, PBB, PBA1,
dan PBA2. Untuk mengetahui perbedaan antar kelompok, dilakukan uji Post Hoc
LSD. Pada hasil uji Post Hoc, didapatkan bahwa kelompok kontrol memiliki
perbedaan yang signifikan terhadap kelompok PBB, PBA1, dan PBA2.
Kesimpulan yang didapatkan adalah pemberian diet beras analog memiliki
pengaruh terhadap gambaran histopatologi hepar tikus model DM tipe 2 menuju
morfologi normal, namun pengaruhnya belum optimal.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]