Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Edamame (glycine max l. merril) Terhadap Kadar Hidroksiprolin Pada Penyembuhan Luka Bakar Derajat II
Abstract
Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas
berlebih atau bahan kimia yang bersifat kaustik. Luka bakar saat ini menjadi
masalah kesehatan global yang menyebabkan sekitar 180.000 kematian di dunia
setiap tahunnya. Mayoritas kasus luka bakar terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Hampir dua pertiga kasusnya terjadi di wilayah Afrika dan
Asia Tenggara. Prevalensi luka bakar yang sering terjadi adalah luka bakar derajat
II sebesar 73%
Penanganan luka bakar dapat menggunakan berbagai macam obat luka bakar
seperti bioplacenton dan silver sulfadiazine. Namun, obat-obatan tersebut
tergolong mempunyai harga yang relatif mahal, sehingga masyarakat lebih tertarik
dengan obat-obatan yang berasal dari alam. Hal tersebut sejalan dengan
tatalaksana luka bakar yang sedang dikembangkan, yakni pemberian secara
topikal dikombinasi ekstrak herbal. Oleh karena itu, dibutuhkan obat-obatan dari
alam yang mungkin dapat menjadi alternatif pengobatan luka bakar yaitu
edamame.
Edamame mengandung senyawa isoflavon dan saponin yang bersifat
antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba. Selain itu, edamame juga
mengandung vitamin A, C, dan E yang dapat meningkatkan proses penyembuhan
luka. Salah satu parameter dari proses penyembuhan luka bakar yaitu mengukur
kadar hidroksiprolin pada kulit. Semakin tinggi kadar hidroksiprolin dapat
diartikan adanya peningkatan sintesis kolagen yang berhubungan erat dengan
kecepatan proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol biji edamame (Glycine max
L. Merril) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II, dengan parameter kadar
hidroksiprolin yang terbentuk.
Jenis penelitian yang digunakan adalah true experimental laboratories,
dengan rancangan posttest only control group design. Sampel yang digunakan
adalah tikus galur wistar jantan berusia 2-3 bulan dengan berat 150-250 gram
yang sehat dan normal, serta memiliki kulit yang normal. Tikus sebanyak 24 ekor
terbagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol negatif (K-) diberi Na-CMC
0,5%, kelompok kontrol positif (K+) diberi silver sulfadiazine, kelompok
perlakuan P1, P2, P3, dan P4 diberi ekstrak etanol biji edamame dengan
konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%. Pembuatan luka bakar derajat II dengan
menempelkan uang logam yang telah dipanaskan selama 5 menit pada punggung
tikus selama 5 detik. Apabila luka bakar telah terbentuk, maka dilakukan
perawatan luka sesuai kelompok perlakuan selama 15 hari. Pada hari ke-16,
semua kelompok perlakuan diterminasi dan diambil jaringan kulitnya untuk
dianalisis kadar hidroksiprolinnya. Kadar hidroksiprolin diukur serapannya pada
panjang gelombang 557 nm menggunakan spektrofotometer. Jumlah
hidroksiprolin dalam sampel dihitung terhadap kurva standar l- hidroksiprolin.
Data yang didapat berupa kadar hidroksiprolin dengan satuan μg/100 mg.
Hasil pengukuran rata-rata kadar hidroksiprolin dan standar deviasi tiap kelompok
perlakuan adalah K- 2193 ± 992,53; K+ 970,5 ± 473,10; P1 3210,5 ± 419,63; P2
1708 ± 794,83; P3 1820,5 ± 721,54; P4 648 ± 375,45. Hasil pengukuran kadar
hidroksiprolin pada kulit dianalisis dengan One Way ANOVA dan dilanjut uji Post
Hoc multiple comparisons dengan tes LSD (Least Significant Difference). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji edamame (Glycine max L.
merril) efektif dalam mempengaruhi kadar hidroksiprolin pada proses
penyembuhan luka bakar derajat II (p<0,05). Hasil analisis data kelompok
perlakuan dengan uji korelasi Pearson menunjukkan angka korelasi Pearson
sebesar -0,806 atau negatif sangat kuat dan korelasi antara kedua variabel bersifat
terbalik, yaitu semakin tinggi dosis yang diberikan akan semakin rendah kadar
hidroksiprolin yang terbentuk. Dari analisis uji statistik regresi didapatkan dosis
efektif ekstrak etanol biji edamame sebesar 75,3%.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]