dc.description.abstract | Waralaba dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara bersama-sama dua jenis Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yaitu Merek (termasuk merek dagang, merek jasa dan indikasi asal) dan Rahasia Dagang. Hak pemanfaatan dan penggunaan kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hal Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusian barang. Demi mengakomodir kepentingan para pihak dalam berkontrak, dibuatlah suatu regulasi yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2007 khususnya pasal 5 tentang perjanjian waralaba tidak mengatur secara tegas pembagian hak dan kewajiban antar para pihak agar tercapai asas proporsionalitas sehingga tercipta kerjasama bisnis yang adil dan fair.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menemukan hal yang menjadikan latar belakang dibuatnya kontrak baku dalam perjanjian bisnis waralaba, juga untuk menemukan apakah asas proporsionalitas sudah terpenuhi dalam suatu kontrak baku perjanjian waralaba, serta untuk menyusun konsep ke depan pengaturan asas proporsionalitas dalam kontrak baku perjanjian Waralaba.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu tipe penelitian yuridis normative (legal research). Pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bakan hukum primer dan sekunder. Hasil dari penelitian tesis ini adalah bahwa latar belakang lahirnya peraturan waralaba dimulai dengan adanya perkembangan perilaku ekonomi oleh manusia dalam suatu Negara maupun antar Negara sehingga memunculkan suatu sistem distribusi yang dinamakan waralaba dan perkembangan waralaba ini sangatlah pesat khususnya di Indonesia, maka tuntutan kepastian hukum sebagai tonggak hukum dalam perjanjian para pihak harus ada sebagai acuan dalam etika bisnis. Maka di Indonesia dibuatlah suatu regulasi untuk mengakomodasi itu. Hingga seiring berjalannya waktu terbitlah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Demi tercapainya keadilan dalam hubungan kontraktual yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba maka kedua belah pihak harus memiliki kedudukan yang seimbang. Makna kedudukan seimbang lebih tepat dikenal dengan istilah proporsional dan dalam sebuah hubungan kontraktual khususnya dalam perjanjian waralaba harus memenuhi asas proporsionalitas. Makna asas proporsionalitas adalah asas yang mengatur pertukaran hak dan kewajiban serta pembagian resiko yang seimbang antara kedua belah pihak. Asas proporsionalitas dibutuhkan dalam mencapai suatu bentuk keadilan yang adil dalam hubungan kontraktual terutama dalam perancangan sebuah kontrak baku. Adapun kontrak baku itu sendiri memang harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar tidak memunculkan klausul eksonerasi yang cenderung merugikan pihak penerima waralaba sebagai pihak yang lemah. Klausul eksonerasi hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik. Eksonerasi terhadap kerugian yang timbul karena kesengajaan pengusaha bertentangan dengan kesusilaan. Tujuan utama dari klausul eksonerasi adalah mencegah pihak konsumen merugikan kepentingan pengusaha. Untuk itu dalam pengaturan ke depan, regulasi yang dibuat harus dievaluasi dan diperkuat dengan kepastian hukum yang lebih jelas, agar tercapai perlindungan hukum bagi para pihak. Kepastian hukum bisa melalui campur tangan Negara dan melalui perjanjian sehingga bisa memberikan manfaat yang tepat bagi kedua belah pihak. Saran dari tesis ini yaitu asas proporsionalitas sebaiknya dijadikan dasar untuk menjamin pertukaran hak dan kewajiban dalam sebuah kontrak waralaba dan digunakan hakim dalam sebuah penyelesaian sengketa, penulis juga memberikan saran agar dalam regulasi atau peraturan tentang waralaba ditambahkan pasal yang mengatur kewajiban untuk menghadirkan negosiator atau lebih konkritnya profesi notaris untuk mengakomodasi keinginan para pihak dalam membuat perjanjian waralaba. | en_US |