dc.description.abstract | Dengan terus meningkatnya kebutuhan listrik, telah dilakukan berbagai
upaya guna meningkatkan dan memaksimalkan produksi listrik. Upaya tersebut
antara lain membangun pembangkit baru dan penggunaan bahan energi
terbarukan. Selain kedua hal tersebut, perlu juga memperhatikan aspek penting
dalam pembangkitan listrik yaitu kestabilan sistem tenaga listrik itu sendiri.
Menjaga stabilitas sistem tenaga listrik sangat penting karena apabila suatu sistem
tenaga listrik tidak stabil, dapat menyebabkan terganggunya proses pembangkitan,
transmisi dan distribusi listrik.
Stabilitas sistem tenaga merupakan kemampuan suatu sistem tenaga untuk
kembali ke keadaan awal atau keadaan stabil setelah mengalami suatu gangguan.
Stabilitas system tenaga terdiri dari stsbilitas steady state, stabilitas dinamik dan
stabilitas transien. Dari ketiga stabilitas sistem tenaga tersebut, stabilitas transien
merupakan kondisi yang paling berbahaya bagi sistem tenaga. Hal ini dikarenakan
kondisi transien adalah saat sistem tenaga mengalami suatu gangguan atau
perubahan besar dalam waktu singkat yang memungkinkan sistem kehilangan
kestabilannya apabila gangguan tidak dihilangkan pada waktu yang tepat. Oleh
karena itu, suatu sistem diproteksi dengan relay yang akan mendeteksi adanya
gangguan dan men-trigger circuit breaker untuk memutus gangguan dari sistem.
Setting waktu pada relay harus tepat yaitu berdasarkan critical clearing time atau
waktu pemutus kritis agar sistem dapat mempertahankan kestabilannya.
Penelitian ini membahas tentang perhitungan critical clearing time suatu
sistem tenaga menggunakan konsep one machine infinite bus. Konsep one
machine infinite bus mempermudah proses perhitungan critical clearing time
karena akan menghasilkan nilai critical clearing time untuk keseluruhan sistem bukan hanya pada salah satu generator. Perhitungan critical clearing angle
dilakukan menggunakan Metode Kriteria Sama Luas sedangkan perhitungan
critical clearing time menggunakan Metode Runge-Kutta Orde 4.
Simulasi gangguan dilakukan pada dua titik yaitu gangguan A di dekat
Bus 9 pada saluran 6-9 dan gangguan B di dekat bus 9 pada saluran 8-9. Kondisi
sebelum dan selama gangguan kedua kondisi A dan B adalah sama karena kedua
gangguan terletak di dekat bus 9. Kondisi setelah gangguan pada gangguan A dan
B berbeda karena untuk memutus gangguan dari sistem dilakukan dengan melepas
saluran yang berbeda. Dari penelitian ini diperoleh hasil nilai critical clearing
angle dan critical clearing time gangguan A masing - masing 96,18 derajat dan
0,346 detik. Pada gangguan B nilai critical clearing angle dan critical clearing
time masing – masing adalah 86,5217 derajat dan 0,328 detik.
Salah satu indikator yang menunjukkan suatu sistem masih dalam keadaan
stabil adalah apabila terjadi ayunan sudut rotor terhadap waktu setelah dilakukan
pemutusan gangguan dari sistem. Pada pengujian nilai critical clearing time, saat
dilakukan pemutusan dengan waktu kurang dari atau sama dengan critical
clearing time, terjadi ayunan sudut rotor terhadap waktu. Sedangkan ketika
melakukan pemutusan dengan waktu lebih dari critical clearing time, tidak terjadi
ayunan sudut rotor terhadap waktu dimana nilai sudut rotor terus naik terhadap
waktu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila waktu pemutusan gangguan
kurang dari atau sama dengan critical clearing time maka sistem masih dapat
mempertahankan kestabilannya. Sedangkan apabila waktu pemutusan gangguan
lebih dari critical clearing time maka sistem akan kehilangan kestabilannya
karena rotor lepas sinkron. | en_US |