dc.description.abstract | Kusta merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang bersifat interselular obligat yang menyerang kulit, mukosa (mulut), mata, saluran pernafasan atas dan saraf, kecuali saraf pusat. WHO pada tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia dengan jumlah kasus kusta terbanyak setelah India dan Brazil dan masih memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia yang menyebabkan penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan nasional.
Pada pasien yang sudah terdeteksi mengidap kusta dan muncul gejala-gejalanya tentu akan mengalami halangan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup alamiahnya. Hal ini disebabkan karena stigma negatif mengenai penyakit kusta masih melekat erat di benak masyarakat. Adanya stigma negatif dan terjadinya penurunan kualitas hidup penderita kusta akan berkesinambungan dengan munculnya masalah psikis yang lebih parah, salah satunya depresi.
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta rasa ingin bunuh diri. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa resiko mengalami depresi akan meningkat sebesar 2,6 kali lipat pada orang yang memiliki suatu penyakit kronis dan tingkat depresi akan lebih tinggi pada penderita kusta daripada masyarakat umum akibat dari stigma negatif yang disebabkan oleh kusta. Hal ini mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang hubungan lama mengidap kusta dengan tingkat depresi pada pasien di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama mengidap kusta dengan tingkat depresi pada pasien. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi pada pasien kusta agar lebih memperhatikan kondisi psikologisnya yang muncul akibat stigma negatif dari masyarakat dan keterbatasan yang muncul karena penyakit kusta serta sebagai bahan pertimbangan perlunya perawatan intensif antara bidang penyakit kulit dan psikiatri.
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Sampel adalah 60 orang pasien yang telah terdiagnosis Kusta di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi sampel adalah berusia 18-80 tahun dan terdaftar sebagai pasien kusta di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto. Sedangkan kriteria ekslusi sampel adalah tidak menyelesaikan proses interview atau pengisian kuesioner, dan menderita depresi sangat berat dan/atau gangguan jiwa berat. Penelitian ini dilakukan di Poli Rawat Jalan Ruang Melati Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto pada bulan Juli 2017 dalam kurun waktu 1 (satu) minggu.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari formulir informed consent dan kuesioner Hamilton Depression Rating Scale (HDRS). Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara langsung oleh interviewer yang didampingi oleh Dokter Spesialis Jiwa atau tenaga medis terlatih setelah melalui informed consent. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel kemudian masing-masing variabel dideskripsikan dan dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan lama mengidap kusta dengan tingkat depresi pada pasien dengan signifikansi p<0,05.
Uji korelasi Spearman dipilih karena jenis data kedua variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah ordinal. Berdasarkan uji korelasi Spearman, didapat nilai signifikansi (p) 0,025 dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,290. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit kusta dengan tingkat depresi pada pasien di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto dengan kekuatan korelasi yang lemah dengan arah positif, artinya semakin lama pasien mengidap kusta maka semakin tinggi tingkat depresinya. Begitupun sebaliknya, semakin singkat pasien menderita kusta, maka semakin rendah tingkat depresinya. | en_US |