Makna Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Jabatan Notaris
Abstract
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 12 huruf (a) menyatakan bahwa Notaris diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya karena dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pasal ini menyebabkan kekaburan norma mengenai dalam hal apa kepailitan diberlakukan kepada seorang Notaris karena dalam Penjelasan Pasal 12 huruf (a) UU Jabatan Notaris hanya mengatakan cukup jelas. Kepailitan adalah lembaga penyelesaian sengketa utang piutang. Syarat utama pernyataan pailit adalah adanya debitor yang memiliki sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dan memiliki sedikitnya dua orang kreditor. Sedangkan Notaris adalah sebuah jabatan yang diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara dimana dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, Notaris tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian yang melahirkan hubungan hukum debitor dan kreditor sebagaimana syarat kepailitan.
Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lain mengetahui dan menganalisa makna penyataan pailit sebagai alasan pemberhentian tidak hormat terhadap notaris, mengetahui dan menganalisa kepailitan terhadap jabatan Notaris, menganalisa dan menemukan konsepsi kedepan tentang pemberhentian Notaris dengan alasan dinyatakan pailit.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) , pendekatan konsep (conseptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier/non hukum.
Kesimpulan dari dari tesis ini adalah makna kepailitan Notaris dalam Pasal 12 huruf (a) UU Jabatan Notaris terdapat ketidakjelasan norma mengenai dalam kapasitas apa seorang Notaris dinyatakan pailit sebagai alasan pemberhentian tidak hormat. Sedangkan Notaris sebagai pejabat umum tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang melahirkan hubungan hukum debitor dan kreditor. Dengan adanya ketidakjelasan norma tersebut, menyebabkan multi tafsir mengenai penerapan kepailitan terhadap Notaris. Hubungan hukum debitor dan kreditor yang didasari adanya perjanjian kontraktual antara Notaris dengan pihak lain ini yang melahirkan hubungan hukum debitor dan kreditor sehingga Notaris dapat dikonstruksi sebagai debitor dalam kepailitan, hubungan ini terjadi dalam kapasitas Notaris sebagai orang pribadi yang tidak dalam kapasitasnya menjalankan wewenangnya sebagai Notaris. Syarat utama kepailitan diantaranya adalah adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pengertian utang yang jatuh tempo adalah jatuh tempo sesuai yang diperjanjikan sedangkan utang. dapat ditagih adalah utang yang mengalami percepatan penagihannya berdasarkan perjanjian. Oleh karenanya, utang dalam perkara kepailitan seharusnya adalah utang yang lahir karena perjanjian. Dalam hal Notaris dinyatakan pailit sebagai orang pribadi yang tidak terikat kewajiban dan larangan jabatan, maka UU Jabatan Notaris tidak mengikat terhadap Notaris tersebut. Sedangkan tuntutan ganti kerugian, bunga dan biaya yang disebabkan oleh kelalaian Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan Pasal 84 UU Jabatan Notaris, diselesaikan melalui gugatan di Pengadilan Umum dengan berpijak pada Pasal 1365 KUHPerdata. Gugatan berdasarkan onrechtmatigedaad tidak dapat diselesaikan melalui permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Dalam hal ini, tuntutan terhadap Notaris lahir dari hubungan hukum perikatan karena undang-undang. UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memisahkan antara jabatan dengan orang yang menjalankan jabatan tersebut. Hal ini berdasarkan konstruksi bahwa harta kekayaan yang diperoleh dari suatu penggajian atas suatu jabatan, honorarium,uang pensiun adalah harta kekayaan yang harus dipisahkan dari boedel pailit sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan penyitaan. Notaris sebagai pejabat umum tidak dapat dipailitkan karena, pertama, Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, kedua, jabatan Notaris bukan bidang perniagaan. Terhadap Pasal 12 huruf (a) UU Jabatan Notaris yang mengabaikan asas keadilan terhadap Notaris, maka seyogyanya pasal tersebut dihapus. Notaris yang dinyatakan pailit sepatutunya diberhentikan sementara dari jabatannya selama proses kepailitan tersebut berlangsung dan belum diakhiri atau belum mendapat rehabilitasi dari Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus permohonan pailit Notaris yang bersangkutan.
Saran dari tesis ini yakni, diharapkan kepada pembentuk undang-undang untuk dapat menghapuskan Pasal 12 huruf (a) UU Jabatan Notaris agar tercipta kepastian hukum serta keadilan bagi Notaris yang dinyatakan pailit. Seharusnya, Notaris yang dinyatakan pailit diberhentikan sementara dari jabatannya selama masa kepailitan itu berlangsung sehingga apabila kepailitan tersebut telah dinyatakan berakhir dan Notaris yang bersangkutan telah memperoleh rehabilitasi maka Notaris tersebut dapat menjalankan kembali jabatannya sebagaimana sebelum terjadi kepailitan.
Collections
- MT-Science of Law [333]