Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiawan, Toto’ Bara
dc.contributor.advisorSusanto
dc.contributor.authorMartina, Agfa
dc.date.accessioned2018-08-01T02:49:56Z
dc.date.available2018-08-01T02:49:56Z
dc.date.issued2018-08-01
dc.identifier.nim140210101105
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86868
dc.description.abstractTujuan dari pembembelajaran matematika adalah memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari secara sistematis, efisien, luwes dan tepat. Selain disajikan dalam bentuk soal hitungan, soal matematika juga biasa disajikan dalam bentuk soal cerita. Soal cerita matematika adalah soal-soal matematika yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat bentuk cerita yang perlu diterjemahkan menjadi kalimat matematika atau persamaan matematika (Widyaningrum, 2016). Kemampuan siswa dalam menyelesaikan atau memecahkan persoalan matematika dipengaruhi oleh kemampuan koknitifnya. Salah satu penyebab perbedaan kemampuan koknitif siswa adalah gaya belajar. Gaya belajar merupakan suatu kecenderungan bagi seseorang untuk lebih mudah dalam proses belajar atau memahami suatu informasi (DePorter dan Hernacki, 2016). Menurut Ilmiyah dan Masriyah (2016)aya belajar yang dimiliki setiap individu merupakan modal yang dapat digunakan pada saat mereka belajar. Menurut DePorter dan Hernacki salah satu ciri siswa bergaya belajar auditorial adalah merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita. Da;am menyelesaikan soal cerita bangun ruang ini siswa auditorial diminta untuk menyelesaikannya secara urut dan tepat berdasarkan Metode Newman. Kesalahan yang dilakukan siswa merupakan bukti adanya kesulitan yang dialaminya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Menurut Newman ada 5 tipe kesalahan yang mungkin dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yaitu reading error (kesalahan membaca), reading comprehension difficultaty (kesalahan dalam memahami soal), transform error (kesalahan transformasi), weakness in process skill (kesalahan dalam keterampilan proses), dan encoding error ix (kesalahan dalam menggunakan notasi). Melihat kesalahan dari jawaban akhir siswa, tidak akan dapat membantu guru untuk mengetahui letak kesalahan siswa. Oleh karena itu kesalahan–kesalahan tersebut perlu dianalisis untuk mengetahui pada tahap mana siswa mengalami kesulitan dan apa faktor penyebabnya. Jenis penelitian ini adalah peneltian deskriptif dengan pendekatatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket, metode tes dan metode wawancara. Data yang dianalisis adalah hasil angket gaya belajar siswa, hasil tes soal cerita, dan hasil wawancara. Kegiatan penelitian dilaksanakan di kelas IX-H SMP Negeri 2 Genteng yang berjumlah 36 siswa. Subjek penelitian yang digunakan berjumlah 10 siswa, yaitu siswa dengan kecenderungan bergaya belajar auditorial. Selanjutnya wawancara dilakukan kepada 5 siswa dengan kesalahan terbanyak untuk mengetahui faktor penyebab kesalahan yang dilakukan. Dari hasil analisis data validasi angket gaya belajar, soal tes dan wawancara diperoleh koefisien validasi angket gaya belajar adalah 4,8, koefisien validitas soal tes adalah 4,8 dan koefisien validasi pedoman wawancara 4,9. Berdasarkan koefisien validasi dari ketiga instrument tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa kriteria validasi angket gaya belajar, soal tes dan pedoman wawancara adalah valid. Dari penelitian yang telah dilakukan di kelas IX-H SMP Negeri 2 Genteng diperoleh hasil gaya belajar siswa, besar persentase masing-masing tipe kesalahan siswa bergaya belajar auditorial dan apa faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil analisis angket gaya belajar yang diberikan di kelas IX-H SMP Negeri 2 Genteng diketahui siswa bergaya belajar visual sebanyak 10 siswa, siswa bergaya belajar auditorial sebanyak 10 siswa dan siswa bergaya belajar kinestetik sebanyak 16 siswa. Berdasarkan hasil analisis soal tes yang dilakukan pada 10 siswa bergaya belajar auditorial dapat diketahui besar persentase masing-masing tipe kesalahan membaca soal sebesar 6,66%, tipe kesalahan memahami soal sebesar 30,84%, tipe kesalahan trasformasi 79,99%, tipe kesalahan keterampilan proses 33,32%, dan tipe kesalahan menuliskan jawaban sebesar 33,30%. Dari kelima tipe kesalahan berdasarkan Metode Newman, tipe kesalahan dengan persentase terkecil adalah tipe x kesalahan membaca soal (reading error). Sedangkan tipe kesalahan dengan persentase terbesar adalah tipe kesalahan trasformasi soal( transform error). Besar persentase tipe kesalahan membaca soal (reading error) yang dilakukan siswa bergaya belajar auditorial adalah 6,66%. Sesuai dengan pengklasifikasian presentase bahwa termasuk pada tingkat sangat kecil. Berdasarkan informasi yang diperoleh saat wawancara faktor penyebab kesalahan tersebut bisa terjadi akibat siswa tidak teliti saat membaca soal. Beberapa siswa bergaya belajar auditorial berganggapan bahwa satuan pada soal tidak begitu penting untuk dibaca. Menurut mereka yang terpenting adalah angka (nilai) dalam proses perhitungan untuk memperoleh jawaban akhir yang tepat dari soal. Selain itu keterampilan mengatur waktu untuk meyelesaikan soal juga belum dikuasai siswa bergaya belajar auditorial. Mereka mengatakan bahwa pada saat membaca soal cenderung tergesa-gesa karena khawatir waktu mengerjakan habis sehingga tidak bisa menyelesaikan soal berikutnya. Besar persentase tipe kesalahan trasformasi soal (Transform Error) yang dilakukan siswa bergaya belajar auditorial pada penelitian ini adalah 79,99%. Sesuai dengan pengklasifikasian presentase bahwa termasuk pada kategori sangat tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa bergaya belajar auditorial diketahui bahwa penyebab mereka melakukan kesalahan menulis rumus adalah mereka tidak hafal dengan rumus yang tepat. Sebenarnya siswa bergaya belajar auditorial mampu menjelaskan langakah-langkah untuk menyelesaikan soal namun karena tidak hafal rumus mengakibatkan siswa melakukan tipe kesalahan trasformasi dan berdampak pada tipe-tipe kesalahan pada tahap-tahap berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat dikatakan bahwa kecenderungan gaya belajar siswa juga perlu diimbangi dengan penguasaan konsep maupun rumus untuk memaksimalkan hasil belajar siswa. Pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan siswa memahami langkah-langkah dalam penemuan rumus untuk menentukan volume dan luas permukaan bangun ruang sisi lengkung xi (Kustiyati, 2016). Kebanyakan dari siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep maematika yang disampaikan guru atau yang tertulis dalam buku yang dipelajari tanpa memahami maksud isinya (Ilmiyah dan Masriyah, 2016). Oleh karena itu, selain siswa perlu untuk menghafal dan memahami rumus, pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung serta melakukan lebih banyak latihan soal dengan variasi yang berbeda. Dengan begitu siswa akan dengan mudah untuk memahami konsep dan terampil dalam menyelesaikan soal berkaitan bangun ruang sisi lengkung dengan benar.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectBangun Ruang Sisi Lengkungen_US
dc.subjectMatematikaen_US
dc.subjectMetode Newmanen_US
dc.titleANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA BANGUN RUANG SISI LENGKUNG BERDASARKAN METODE NEWMAN PADA SISWA BERGAYA BELAJAR AUDITORIALen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record