Kidung Pangkur Dalam Upacara Dewa Yanja Umat Hindu Di Banyuwangi Selatan
Abstract
Sastra Nusantara menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat
setempat. Biasanya, sastra tersebut menjadi identitas dan jati diri, bagi suatu
daerah yang bagian dari kekayaan budaya lokal. Sastra lisan, yang merupakan
bagian sastra Nusantara yang proses penyebaranya melalui mulut (oral), yang
perkembangannya saat ini mengunakan teknik dokumentasi (tulisan). Kidung
pangkur sebagai sastra lisan warisan leluhur, yang berkembang di masyarakat
Jawa digunakan untuk sarana upacara agama, pagelaran kesenian maupun ritual
kepercayaan sebagai bagian dari adat istiadat. Kidung pangkur merupakan
tembang yang menerapkan metrum (aturan) dalam struktur kesastraannya, seperti
guru gatra (jumlah bait), guru wilangan (jumlah suku kata), guru lagu (bunyi
rima akhir vokal). Masyarakat Hindu di Banyuwangi Selatan menggunakan
kidung pangkur sebagai sarana upacara Dewa Yajna, guna mengiringi prosesi
muput yang dilakukan oleh Romo Mangku. Berdasarkan pemaparan tersebut,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi 1) Bagaimanakah penuturan
kidung pangkur dalam upacara Dewa Yajna umat Hindu di Banyuwangi selatan?,
2) Bagaimanakah struktur kesastraan kidung pangkur dalam upacara Dewa Yajna
umat Hindu di Banyuwangi selatan?, Bagaimanakah nilai-nilai kidung pangkur
dalam upacara Dewa Yajna umat Hindu di Banyuwangi selatan?, Bagaimanakah
fungsi kidung pangkur dalam upacara Dewa Yajna umat Hindu di Banyuwangi
selatan?.
Berdasarkan rumusan masalah dan objek kajian, maka penelitian ini
tergolong sebagai penelitian deskritif kualitatif, dengan pendekatan yang
digunakan yaitu etnografi. Lokasi penelitian dilkukan di Kecamatan Tegaldlimo
dan Purwoharjo, dengan sumber data penelitian oleh informan yang memiliki
kriteria sebagai pelaku seni, budayawan daerah, dan pihak rohaniawan. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi yang meliputi, pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, transkripsi dan terjemahan,
serta teknik dokumentasi. Teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian
data, penarikan simpulan/verifikasi data. Instrumen penelitian yang digunakan
untuk mempermudah dalam pengumpulan data penelitian, seperti informan
sebagai sumber utama, hanphone, kamera digital, video, dan dokumentasi berupa
buku-buku. Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, menunjukan rumusan masalah
1) tentang penuturan kidung pangkur dalam upacara Dewa Yajna umat Hindu di
Banyuwangi Selatan, mendapatkan hasil yaitu prosesi pelantunan kidung pangkur
dalam upacara Dewa yajna yang dilaksanakan melalui beberapa prosesi; Pertama
muput oleh Romo Mangku sekaligus diiringi pelantunan kidung pangkur. Kedua
pemercikan tirta Panglukatan, bertujuan untuk menyucikan jiwa dan raga umat
Hindu sebelum melaksanakan persembahyangan. Ketiga, melaksanakan
Pancasembah, yaitu 5 (lima) sikap sembah yang ditunjukan kepada Tuhan dan
segala manifestasinya. Keempat, pemercikan tirta Wangsungpada kepada semua
umat, bertujuan untuk menerima anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kelima, melaksanakan penutup Paramasanti, yaitu mengucap mantra “Om
Shanti, Shanti, Shanti Om”. 2) struktur kesastraan kidung pangkur dalam upacara
Dewa Yajna meliputi, guru gatra (jumlah bait), guru wilangan (jumlah suku
kata), dan guru lagu (bunyi rima vokal akhir). 3) nilai-nilai pada kidung pangkur
dalam upacara Dewa Yajna meliputi Nilai budaya, nilai agama dan nilai Profetik.
4) fungsi kidung pangkur dalam upacara Dewa Yajna terdiri atas, a) fungsi estetik
dan fungsi sosial yang meliputi fungsi kidung pangkur sebagai sarana upacara
Dewa Yajna, sebagai sarana pendidikan, dan sebagai sarana hiburan.
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini yaitu, semoga
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi dalam dunia pendidikan
sastra, serta diharapkan penelitian selanjutnya yang sejenis agar lebih
mempertajam analisis guna memperoleh hasil penelitian yang lebih baik.