dc.description.abstract | Sumber energi listrik yang mengalami kontak dengan tubuh manusia akan menyebabkan cedera listrik (electric injury) yang beresiko pada kematian. Lompatan arus yang terjadi akibat beda potensial juga dapat menimbulkan luka keluar selain pada luka di daerah kontak. Paparan arus listrik tersebut dapat berkonversi menjadi energi panas dan menyebabkan destruksi jaringan, khususnya pada pembuluh darah yang merupakan konduktor arus listrik terbaik. Jejas endotel yang terjadi secara masif akibat paparan listrik mudah mengalami nekrosis koagulasi, menyebabkan trombus yang muncul secara progresif di sekitar luka keluar dan penyumbatan aliran darah lokal yang berujung pada amputasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat terjadinya trombus pada luka keluar dan menentukan waktu yang efektif untuk memberikan terapi trombolisis serta perlunya amputasi pada pembuluh darah yang mengalami nekrosis pada luka keluar. Sebanyak 25 ekor tikus Wistar dibagi menjadi lima kelompok: kelompok kontrol yang diterminasi pada hari ke-0 tanpa perlakuan dan kelompok yang diberi paparan listrik 140V selama 20 detik (tepat pada jaringan kulit di atas arteri Saphena) yang diterminasi pada hari ke-0, hari ke-3, hari ke-7, dan hari ke-10. Arteri Saphena dari 25 tikus dipotong sepanjang 0 cm, 1 cm, dan 2 cm dari luka keluar. Trombus yang terbentuk secara histopatologi diamati menggunakan mikroskop cahaya dan dihitung berdasar skor kerusakan pembuluh darah.
Sampel penelitian ini merupakan tikus galur Wistar jantan sebanyak 25 ekor dengan berat badan 250-300 gram. Tikus tersebut dibagi menjadi lima kelompok, antara lain kelompok kontrol (K1), kelompok K2, kelompok K3, kelompok K4, dan kelompok K5. Setiap kelompok tikus, kecuali kelompok kontrol, mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu paparan listrik 140 V selama 17 detik yang diinduksikan melalui elektroda kuningan di ekstermitas inferior sinistra (sebagai luka keluar) dan ekstremitas inferior dextra (sebagai luka masuk). Seluruh kelompok tersebut diadaptasi selama 7 hari dan dibedakan melalui waktu terminasi. Kelompok K1 merupakan kelompok tikus kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan apapun dan langsung diterminasi setelah diadaptasi selama 7 hari; kelompok K2 merupakan tikus yang diterminasi pada hari ke-0 pasca paparan listrik; kelompok K3 merupakan tikus yang diterminasi 3 hari setelah diberi paparan listrik; kelompok K4 merupakan tikus yang diterminasi 7 hari setelah diberi paparan listrik; dan kelompok K5 merupakan tikus yang diterminasi 10 hari setelah diberi paparan listrik.
Pengamatan histopatologi trombus pada arteri Saphena diamati dan diukur luasnya menggunakan mikroskop cahaya „Olympus bx53t‟ dengan perbesaran 400 kali. Data kemudian diolah menggunakan aplikasi pengolah data statistik SPSS 16.00. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perubahan gambaran histopatologis berupa bentukan trombus yang mulai tampak pada hari ke-0 di titik 1 cm dan 2 cm. Trombus di titik 1 cm dan 2 cm tersebut mengalami penyempitan secara berturut-turut pada hari ke-3, hari ke-7, dan hari ke-10. Trombus di titik 0 cm tidak ditemukan pada pengamatan hari ke-0 dan mulai tampak pada hari ke-3. Trombus tersebut mengalami penyempitan berturut-turut pada hari ke-7 dan hari ke-10. Hasil pengolahan data pada uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada data hari ke-0, ke-3, ke-7, dan ke-10; namun terdapat perbedaan yang signifikan pada data titik 0 cm, 1 cm, dan 2 cm dari luka keluar. Uji lanjutan Mann Whitney menunjukkan bahwa perbedaan median yang signifikan terdapat antara trombus di titik 0 cm dengan 1 cm; serta antara titik 0 cm dengan 2 cm. Hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perubahan gambaran histopatologi pembuluh darah yang signifikan di titik 0 cm, 1 cm, dan 2 cm. | en_US |