Optimasi Jumlah Etanol Dan Polivinil Alkohol Dalam Preparasi Hollow Microspheres Glibenklamid
Abstract
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit gangguan
metabolisme yang timbul pada seseorang dengan adanya peningkatan kadar
glukosa di dalam darah melebihi normal. Terapi penyakit DM dapat dilakukan
dengan menggunakan obat golongan sulfonilurea generasi kedua, seperti
glibenklamid. Glibenklamid umumnya digunakan untuk terapi DM tipe 2.
Glibenklamid bekerja dengan memblok kanal kalium dan membuka kanal kalsium
pada sel β pankreas, sehingga dapat meningkatkan produksi insulin.
Glibenklamid merupakan jenis obat dengan kelarutan yang rendah dan
permeabilitas yang tinggi, sehingga obat ini digolongkan ke dalam obat golongan
BCS kelas II. Kelarutan yang rendah dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat di
dalam tubuh. Glibenklamid memiliki waktu paruh yang pendek sekitar 4-6 jam,
sehingga frekuensi pemberian obat lebih sering untuk mempertahankan
konsentrasi obat dalam plasma. Hal tersebut dapat menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien dan menurunkan kepatuhan pasien. Pemberian
berulang tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya fluktuasi konsentrasi obat
di dalam plasma. Pengembangan bentuk sediaan sustained release system dipilih
sebagai salah satu cara yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Bentuk sediaan sustained release system dirancang dengan tujuan untuk
mencapai efek terapeutik dengan terus melepaskan obat selama periode waktu
tertentu setelah pemberian obat dosis tunggal. Pemilihan pengembangan bentuk
sediaan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan waktu tinggal obat di
lambung, meningkatkan bioavailabilitas obat, dan mengurangi frekuensi
pemberian sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien.
Hollow microspheres merupakan partikel berongga berbentuk bola kosong
tanpa inti yang memiliki ukuran kurang dari 200 μm. Hollow microspheres
memiliki densitas yang lebih rendah daripada cairan lambung sehingga dapat
mengapung dan tetap berada di dalam lambung dalam waktu yang lama, sehingga
obat dalam bentuk hollow microspheres dapat bertahan lama di lambung dan
frekuensi pemberian dosis obat tersebut akan berkurang.
Metode preparasi yang digunakan dalam preparasi hollow microspheres
adalah metode emulsion solvent evaporation, menggunakan campuran polimer
antara HPMC dan EC, serta menggunakan campuran pelarut etanol dan
diklorometana. Emulsifier yang digunakan dalam penelitian ini adalah polivinil
alkohol.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi terbaik dari
jumlah etanol dan polivinil alkohol serta interaksinya menggunakan metode
desain faktorial. Respon dari metode tersebut adalah nilai entrapment efficiency
dan buoyancy. Formula terpilih dengan nilai entrapment efficiency dan buoyancy
tertinggi kemudian dilakukan karakterisasi meliputi nilai yield, analisis SEM, dan
analisis FT-IR.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi optimum antara jumlah
etanol dan polivinil alkohol dalam preparasi hollow microspheres glibenklamid
untuk memperoleh nilai entrapment efficiency dan buoyancy tertinggi adalah 5
mL dan 500 mg. Nilai entrapment efficiency dan buoyancy tertinggi adalah
85,775% ± 0,914 dan 84,733% ± 0,502. Jumlah etanol dan polivinil alkohol dapat
menurunkan nilai entrapment efficiency dan buoyancy, tetapi jumlah polivinil
alkohol lebih dominan menurunkan nilai entrapment efficiency dan jumlah etanol
lebih dominan menurunkan buoyancy. Interaksi diantara kedua faktor tersebut
dapat meningkatkan nilai entrapment efficiency dan dapat menurunkan nilai
buoyancy.
Hasil karakterisasi hollow microspheres glibenklamid yang dihasilkan
memiliki nilai yield sebesar 81,422% dan ukuran partikel sebesar 167,86 ± 1,110
μm. Karakteristik kompleks pada formula optimum hollow microspheres
glibenklamid yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
bahan obat dengan polimer.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]