STABILISASI TANAH EKSPANSIF DENGAN PENCAMPURAN Ca(OH)2 (STUDI KASUS TANAH EKSPANSIF DUSUN JATILUHUR ,DESA GLAGAH AGUNG, KECAMATAN PURWOHARJO, KABUPATEN BANYUWANGI)
Abstract
Tanah merupakan dasar dari sebuah bangunan yang nantinya akan menjadi
pendukung bangunan diatasnya. Tanah memiliki karakteristik dan jenis yang
berbeda-beda di tiap wilayah. Salah satu jenis tanah yang memerlukan
penanganan khusus adalah tanah ekspansif. Tanah ekspansif adalah tanah yang
mengalami perubahan volume secara fluktuatif akibat perubahan kadar air dalam
tanah. Tanah ekspansif dapat mengembang pada saat kondisi lembab, dan akan
menyusut pada saat kondisi kering. Akibatnya tanah ini dapat menyebabkan
tekanan dan kerusakan parah pada struktur atasnya. Salah satu daerah yang diduga
memiliki jenis tanah ekspansif adalah Desa Glagah agung Kecamatan Purwoharjo,
Kabupaten Banyuwangi. Mengatasi masalah tersebut perlu adanya penangan
khusus, salah satunya adalah stabilisasi. Stabilisasi menggunakan kapur
merupakan alternatif yang digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan kapur
sebagai stabilitator dikarenakan sifatnya yang mudah menyerap air. seiring
dengan kemudahan mereduksi air maka platisitas dan potensi pengembangan ikut
tereduksi. Hal ini diikuti dengan kemudahan pengerjaan dilapangan.
Pembuktian tanah ekspansif didapat dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dengan menguji sifat fisis dan mekanis tanah, tanah yang diamati
merupakan tanah lempung ekspansif dengan persen pengembangan primer 11,9
%. Hasil uji indeks tanah asli menunjukkan kadar air yang terkandung dalam
tanah sebesar 37,44% dengan berat isi 1,66; berat jenis tanah 2,38; nilai indeks
plastisitas sebesar 53,89 %; batas cair sebesar 90,86%; batas plastis sebesar
36,97%; fraksi lempung sebesar 47,5%, dan aktivitas sebesar 1,5%. Pada
pengujian pemadatan didapatkan kadar air optimum sebesar 28% dan berat isi
kering maksimum sebesar 1,33. Dari hasil tersebut tanah diindentifikasi dengan
menggunakan metode USCS didapatkan jenis tanah CH / lempung tak organik dengan plastisitas tinggi (fat clay) dan klasifikasi dengan metode AASHTO tanah
termasuk kedalam tipe tanah A-7-6 yaitu tanah lempung. Dari hasil korelasi nilai
batas batas atterberg terhadap kriteria beberapa peneliti terdahulu (Chen(1988),
Raman (1967), Snethen et.al (1977)) dan SNI-03-6795-2002 menunjukkan bahwa
tanah pada dusun Jatiluhur memiliki potensi mengembang yang tinggi.
Pengujian yang dilakukan untuk stabilisasi tanah dengan kapur didapatkan
penurunan pada indeks tanah dan potensi pengembangan. Pada pengujian fisis
didapatkan, semakin bertambahnya kapur mengakibatkan penurunan pada indeks
plastisitas yang semula 53,98% menurun 14,54% pada kadar 4%; 11,58% pada
kadar 6%; 8,17% pada kadar 8%; 6,39% pada kadar 10%; dan 4,89% pada kadar
12%. Tanah menjadi tidak plastis seiring dengan bertambahnya kadar kapur.
Penurunan indeks plastisitas didukung dengan hasil pengujian gradasi butiran
yang ditandai berkurangnya butiran fraksi lempung pada tanah yang dicampur
dengan kapur menurut metode USCS dan metode AASHTO. Namun pada
pengujian kepadatan tanah, kadar air optimum mengalami kenaikan seiring
dengan bertambahnya kadar kapur dan berbanding terbalik dengan penurunan
berat isi kering tanah. pencampuran tanah dengan kapur mengakibatkan
penurunan kepadatan dengan penambahan kapur dibandingkan dengan tanah asli.
Pengaruh dari penambahan kapur dapat mengurangi potensi
pengembangan dari tanah, dilihat dari pengujian yang telah dilakukan. Persen
pengembangan primer tanah asli yang mulanya sebesar 11,9% berkurang menjadi
2,181% kadar kapur 4%, dan 0% pada kadar 6% hingga 10%. Hal ini
menunjukkan bahwa stabilisasi tanah ekspansif dengan menggunakan kapur
sangat baik untuk mengatasi kadar air yang berlebih, indeks plastisitas yang
tinggi, potensi pengembangan besar dilihat dari hasil pengujian yang telah
dilakukan.
Collections
- UT-Faculty of Engineering [4096]