ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH DASAR DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI PECAHAN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
Abstract
Miskonsepsi (misconception) adalah terjadinya perbedaan konsepsi seseorang dengan konsep para ahli. Biasanya perbedaan tersebut sulit diubah (Berg, 1991). Miskonsepsi muncul karena dilatarbelakangi oleh dikenalnya konsep yang baru, di dalam pikiran sudah terdapat konsep sendiri yang terbentuk dari penalaran, intuisi, ataupun budaya. Konsep yang telah dimiliki tersebut dipertahankan dan digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala yang terjadi di sekitar. Apabila seorang siswa mengalami miskonsepsi, terkadang sulit membangun kembali konsep-konsep yang benar. Miskonsepsi yang dialami oleh siswa Sekolah Dasar akan mempengaruhi proses menyelesaikan soal matematika yang berhubungan seperti salah satunya adalah materi pecahan. Konsep pecahan telah dikenalkan mulai kelas tiga di Sekolah Dasar. Kecenderungan siswa dalam memperoleh, mengolah, dan menyampaikan informasi disebut dengan gaya belajar. Gaya belajar siswa dikatakan sebagai cara belajar yang efektif oleh siswa. Setiap siswa memiliki gaya belajar masing-masing seperti visual, auditorial, dan kinestetik. Miskonsepsi pada siswa dapat ditinjau berdasarkan gaya belajar, sehingga dapat diketahui letak dan jenis miskonsepsi yang dialami oleh siswa dari setiap gaya belajar. Guru dapat menilai pembelajaran seimbang yang disesuaikan dengan gaya belajar.
Penelitian ini menggunakan materi pecahan yang diajarkan kepada siswa Sekolah Dasar dan diambil tiga pokok pembahasan yaitu konsep makna pecahan, urutan dan kerapatan pecahan, serta operasi bilangan pecahan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Kepatihan 01 Jember sebanyak 37 siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode tes dan wawancara dengan instrumen penelitian tes diagnostik miskonsepsi, tes gaya belajar, pedoman wawancara, validasi, dan pedoman analisis. Analisis data dalam penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis adalah data hasil validasi, data hasil tes diagnostik miskonsepsi dan hasil wawancara mendalam terhadap jawaban siswa yang diduga miskonsepsi.
Berdasarkan data hasil validasi tes diagnostik miskonsepsi diperoleh nilai Va = 2,72. Hasil validasi tes gaya belajar diperoleh nilai Va = 2,77, sehingga kedua instrumen tes dapat digunakan dengan beberapa revisi sesuai dengan saran revisi yang telah diberikan oleh validator. Instrumen tes diberikan secara berurutan yaitu tes diagnostik miskonsepsi diikuti tes gaya belajar. Selanjutnya siswa dikelompokkan berdasarkan gaya belajar dan dilakukan wawancara kepada siswa yang diduga mengalami miskonsepsi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kepada siswa kelas V SD Negeri Kepatihan 01 Jember dengan jumlah 37 siswa, diperoleh analisis terhadap jawaban siswa yang tergolong dalam tiga gaya belajar yaitu visual 15 siswa, auditorial 8 siswa, kinestetik 12 siswa, dan terdapat 2 siswa tidak tergolong dalam ketiga gaya belajar. Setiap gaya belajar terdapat siswa yang mengalami miskonsepsi. Siswa mengalami miskonsepsi lebih dari satu konsep materi. Miskonsepsi materi pecahan yang terjadi pada siswa masih tergolong tinggi. Miskonsepsi siswa dengan gaya belajar visual dominan pada materi makna pecahan yaitu 86%, sifat urutan dan kerapatan pecahan 80%, dan operasi bilangan pecahan 66,7%. Siswa dengan gaya belajar visual berorientasi pada apa yang telah dilihat sehingga membentuk pemahaman. Siswa juga cenderung mengaplikasikan pemahamannya yang telah dilihat untuk menyelesaikan soal. Miskonsepsi siswa dengan gaya belajar auditorial dominan pada materi urutan dan kerapatan pecahan yaitu 87,5%, konsep makna pecahan 62,5%, dan operasi bilangan pecahan 6,25%. Siswa dengan gaya belajar auditorial cenderung memiliki tingkat miskonsepsi yang rendah apa bila dibandingkan dengan kedua gaya belajar lainnya. Hal ini dapat diketahui bahwa siswa mudah menerima pemahaman yang diberikan oleh guru melalui metode ceramah yang sering digunakan. Miskonsepsi siswa dengan gaya belajar kinestetik dominan pada materi makna pecahan yaitu 100%, sifat urutan dan kerapatan pecahan 83,3%, dan operasi bilangan pecahan 75%. Siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal dengan gambar yang tidak menuntut siswa menunjukkan prosesnya. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pembelajaran di kelas yang lebih banyak mendengarkan dan melihat. Penyebab miskonsepsi yang sering dijumpai pada siswa adalah rendahnya kegemaran siswa dengan matematika, pemahaman awal siswa tentang konsep pecahan, pemahaman siswa terbentuk berdasarkan fakta yang belum tentu benar. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat memunculkan saran kepada guru disarankan untuk memberikan pembelajaran matematika dalam materi pokok pecahan ditinjau dari gaya belajar dengan memperhatikan proses gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Bagi siswa disarankan untuk berani mengungkapkan pemahaman yang salah kepada guru. bagi peneliti lain disarankan untuk memilih materi yang berkelanjutan dan juga memperhatikan kesesuaian jenis soal dengan gaya belajar siswa. Peneliti lain juga disarankan mengembangkan penelitian dalam menemukan solusi berdasarkan miskonsepsi yang telah ditemukan.