dc.description.abstract | Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian penting dari manajemen kesehatan terus berkembang selaras dengan perkembangan era informasi. Sistem informasi yang mempunyai kemampuan untuk memproses data yang berhubungan dengan lokasi dikenal sebagai sistem informasi geografis (SIG). SIG berguna bagi pemberantasan penyakit menular berbasis pada lokasi yang sangat berguna untuk memetakan risiko penyakit dan identifikasi pola distribusi penyakit. Salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan KLB di beberapa wilayah adalah difteri yang merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, selaput lendir atau kulit serta konjungtiva. Profil kesehatan Jawa Timur 2016 menyatakan bahwa Kabupaten Blitar merupakan kabupaten tertinggi nomor satu KLB difteri di Jawa Timur dengan jumlah sebesar 57 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Talun memiliki jumlah kasus tertinggi pada tahun 2016, yaitu sebesar 12 kasus dan tahun 2015 berjumlah 4 kasus. Wilayah tertinggi kedua KLB difteri Blitar tahun 2016 adalah di Puskesmas Srengat dengan jumlah 8 kasus dan tahun 2015 berjumlah 4 kasus. Gambaran spasial sangat diperlukan dalam KLB difteri yang dapat mengidentifikasi faktor keruangan yang berpengaruh terhadap penyebaran difteri.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis data spasial KLB difteri agar dapat digambarkan dan diketahui pola penyebaran KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Puskesmas Srengat Kabupaten Blitar pada tahun 2015 dan 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi ekologi. Penelitian menggunakan seluruh populasi kasus di wilayah kerja Puskesmas Talun yang berjumlah 12 kasus pada tahun 2016 dan kasus pada tahun 2015 dan kasus di wilayah kerja Puskesmas Srengat yang berjumlah 7 kasus pada tahun 2016 dan 4 kasus pada tahun 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil koordinat ke tempat tinggal penderita menggunakan GPS Garmin 62s dan dokumentasi data sekunder untuk mendapatkan informasi mengenai variabel yang diteliti. Variabel pada penelitian adalah KLB difteri, Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Penduduk. Analisis data spasial menggunakan analisis univariabel menggunakan software pemetaan.
Hasil penelitian ini adalah KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Srengat paling banyak tejadi pada kelompok umur 5-9 tahun dan banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Srengat terjadi di desa dengan kepadatan penduduk bervariasi yaitu rendah, sedang dan tinggi. Desa yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi memiliki jumlah KLB difteri terbanyak diantara kasus yang terjadi di desa lainnya. KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Srengat pada tahun 2015 dan 2016 memiliki autokorelasi spasial secara positif. Hal ini menyatakan bahwa desa dengan KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Puskesmas Srengat dapat disimpulkan memiliki kemiripan dan kesamaan karakteristik spasial demgan lingkungan sekitarnya. KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Srengat masih memiliki daerah dengan kuadran low-high, keadaan ini sangat memungkinkan terjadinya peningkatan KLB difteri di wilayah dengan jumlah kasus rendah. Pola penyebaran KLB difteri di wilayah kerja Puskesmas Talun dan Srengat pada tahun 2015 dan 2016 semuanya berpola clustered. Sebaran KLB difteri dapat diidentifikai dengan karakteristik keadaan geografis di sekitar titik kasus sehingga dapat dilihat pada tahun 2016 KLB difteri di Puskesmas Talun dan Srengat lebih banyak dibandingkan tahun 2015.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Puskesmas Talun dan Puskesmas Srengat perlu melakukan penanggulangan penyakit difteri yang lebih memprioritaskan pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan wilayah dengan kasus yang tinggi. Mengembangkan aplikasi sistem informasi geografis dengan analisis spasial untuk melakukan program pencegahan dan penanggulangan penyakit difteri dalam rangka sistem kewaspadaan dini Melakukan program intervensi kesehatan melalui upaya penanggulangan penyakit difteri yang lebih diprioritaskan pada anak-anak usia dibawah 10 tahun dan orang tua untuk mencegah penularan setempat. Mengadakan program pemantauan penyakit difteri yang berbasis wilayah dikarenakan pola penyebaran difteri mengelompok (clustered), agar risiko kejadian difteri tidak berkembang. | en_US |