dc.description.abstract | Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat serum di atas normal. Pada sebagian besar penelitian epidemiologi, disebut hiperurisemia jika kadar asam urat laki-laki lebih dari 7,0 mg/dl dan lebih dari 60 mg/dl, sedangkan gout merupakan kelompok penyakit sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolime berupa hiperurisemia. Manifestasi klinis akumulasi kristal dijaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati gout menyerang persendian, dan paling sering dijumpai di masyarakat terutama dialami oleh lanjut usia (lansia), tetapi penyakit ini juga dapat diderita pada usia pralansia bahkan remaja. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang remaja seperti penyakit kronis. Hiperurisemia merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional pada remaja sehingga menyebabkan kualitas hidup remaja menurun. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita hiperurisemia pada remaja (16-24 tahun).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif yaitu berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dan pola konsumsi dengan menggunakan food frequency (FFQ). Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Situbondo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap dan rawat jalan yang menderita hiperurisemia pada usia 16-24 tahun di Puskesmas Arjasa sebanyak 11 pasien. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling.
Hasil penelitian sebagian besar penderita hiperurisemia pada remaja berjenis kelamin laki-laki yakni 7 responden dengan tingkat pendidikan cukup baik yakni SMA sebanyak 5 responden, sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 6 responden, dan memiliki pengetahuan cukup sebanyak 6 responden serta paling banyak memiliki pendapatan keluarga >1.374.000,- yakni 10 responden. Seluruh penderita hiperurisemia memiliki riwayat genetik yang diturunkan oleh orang tua berdasarkan self reporting. Sebagian besar penderita hiperurisemia mengalami obesitas yakni 9 responden. Pola konsumsi bahan makanan penderita hiperurisemia yang sering dikonsumsi yaitu jenis makanan tinggi asam urat adalah jeroan sebanyak 9 responden, jenis makanan asam urat sedang adalah tahu dan tempe sebnayak 11 responden, jenis makanan dan minuman yang mengandung alkohol adalah tape sebanyak 4 responden, dan sebagian besar mengkonsumsi minuman ringan (softdrink) sebanyal 8 responden. Seluruh penderita hiperurisemia tidak mengkonsumsi golongan obat-obatan deuretik yakni sebanyak 11 responden.
Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah pada penderita hiperurisemia usia remaja yang mengalami obesitas di anjurkan untuk menurunkan berat badannya secara perlahan-lahan sampai memiliki berat badan normal dengan menerapkan diet pola konsumsi makanan rendah asam urat, mengurangi konsumsi makanan dan minuman mengandung pemanis buatan dan mengandung alkohol serta melakukan aktivitas fisik atau olahraga ringan secara rutin. Kepada puskesmas diharapkan memberikan konseling gizi dan pola hidup sehat serta melakukan kegiatan Posbindu secara rutin sebulan sekali untuk mendeteksi secara dini kadar asam urat dalam darah untuk mencegah terjadinya hiperurisemia khususnya pada remaja. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan jumlah sampel lebih besar dan melakukan penelitian pada wilayah lebih luas lagi seperti dalam lingkup Kabupaten hingga Provinsi sehingga dapat menentukan determinan paling mempengaruhi terjadinya hiperurisemia pada remaja. | en_US |