PEMANFAATAN PETIRTAAN JALATUNDA SEBAGAI OBYEK WISATA SEJARAH KECAMATAN TRAWAS KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2005-2016
Abstract
Petirtaan Jalatunda merupakan salah satu peninggalan yang ada di Gunung Penanggungan, terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Jalatunda berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang kepariwisataan karena keunikan yang dimiliki. Akan tetapi pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah masih belum optimal. Tujuan penelitian yaitu: (1) untuk menganalisis berbagai potensi yang dimiliki Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah baik secara historis maupun sebagai obyek wisata pada umumnya; (2) menganalisis upaya pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah oleh Disparpora Kabupaten Mojokerto pada tahun 2005-2016; dan (3) menganalisis kendala optimalisasi pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah yang lebih baik kedepannya.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah dilakukan dengan empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan dan teori dalam mengkaji penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi pariwisata dan teori modernisasi.
Petirtaan Jalatunda memiliki potensi utama dan potensi pendukung sebagai obyek wisata sejarah. Potensi utama yang dimiliki Petirtaan Jalatunda terkait nilai historis yang terkandung, Petirtaan Jalatunda ditemukan oleh Wardenaar dan merupakan bangunan tertua yang ada di Gunung Penanggungan dengan angka tahun 899 S. Petirtaan Jalatunda didirikan oleh Udayana, ayah raja Airlangga sebagai monumen pernyataan diri. Petirtaan Jalatunda memiliki denah persegi
panjang dengan ukuran panjang 19 m dan lebar 14,5 pada sisi luar kolam bagian bawah.
Letak Petirtaan Jalatunda secara geografis dan air Petirtaan Jalatunda yang dipercaya sebagai Amrta (air keabadian) menjadi daya dukung tersendiri, letaknya pun tidak jauh dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman. Komponen wisata yang dimiliki juga cukup mumpuni sebagai obyek wisata. Peran Disparpora Kabupaten Mojokerto dalam pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah meliputi promosi wisata, pengembangan fasilitas pendukung wisata, dan pemungutan retribusi. Promosi wisata dilakukan melalui media cetak dan elektronik. Fasilitas yang tersedia di obyek wisata sejarah Petirtaan Jalatunda meliputi kamar mandi, mushallah, gazebo, pendopo, museum kecil, dan tempat parkir. Pemungutan retribusi untuk obyek wisata sejarah Petirtaan Jalatunda sebesar Rp. 10.000/Orang untuk dewasa dan Rp. 7.500 untuk anak-anak. Pemanfaatan dari berbagai pihak telah dilakukan oleh Disparpora, BPCB, maupun masyarakat sekitar. Kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pemanfaatan beraneka ragam. Pemerintah Daerah, Disparpora, BPCB, serta masyarakat sekitar diharapkan dapat bersinergi untuk mengembangkan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah yang lebih menarik dan diminati.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: (1) Petirtaan Jalatunda memiliki potensi utama dan potensi pendukung untuk dimanfaatkan sebagai obyek wisata sejarah; (2) Peran Disparpora dalam upaya pemanfaatan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah tahun 2005-2016 meliputi promosi wisata, pengembangan fasilitas pendukung wisata, dan pemungutan retribusi; dan (3) Kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pemanfaatan Petirtaan Jalatunda yaitu APBD yang sedikit, kurangnya koordinasi antara Pemerintah Daerah, Disparpora, dan masyarakat. Saran yang diberikan peneliti adalah: (1) bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto, diharapkan untuk lebih peduli terhadap keberadaan Petirtaan Jalatunda; (2) bagi Disparpora Kabupaten Mojokerto diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya dalam upaya pemanfaatan Petirtaan Jalatunda; (3) Bagi Masyarakat Desa Seloliman, diharapkan dapat bersinergi dengan keberadaan Petirtaan Jalatunda sebagai obyek wisata sejarah.