SIKAP NELAYAN TERHADAP PEMBERLAKUAN PERATURAN MENTERI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELARANGAN ALAT TANGKAP IKAN (Studi Deskriptif Di Desa Warulor Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)
Abstract
Sejak diberlakukan Peraturan Menteri terkait pelarangan alat tangkap ikan, menimbulkan suatu
permasalahan yang dialami oleh sebagian nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah
lingkungan. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan di Desa Warulor Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan. Sikap nelayan terhadap peraturan tersebut menimbulkan perbedaan sudut pandang masyarakat.
Hal ini dipengaruhi oleh alat tangkap ikan yang digunakan oleh nelayan setempat. Sebagian kecil
nelayan pro, sebagian besar nelayan kontra, adapula sebagian yang lain pasrah atau tidak memihak
peraturan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap yang dilarang dan nelayan yang tidak
menggunakan alat tangkap yang dilarang, beserta para Pengurus Rukun Nelayan, Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia (HNSI), dan aparat keamanan laut yang bertugas, dalam hal ini penentuan informan
yang digunakan adalah pusposive. Metode pengumpulan yang dilakukan dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menguji keabsahan yang menggunakan
teknik triangulasi sumber, metode, dan teori.
Berdasarkan hasil penelitian ini adalah terdapat tiga komponen sikap, yang mempengaruhi sikap
nelayan terhadap Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015,
(1) komponen kognisi, nelayan percaya dan menerima peraturan tersebut baik untuk kelestarian
ekosistem laut, nelayan yang menolak karena pemahaman nelayan yang masih multitafsir dengan isi dan
tujuan peraturan tersebut; (2) komponen afeksi yaitu perasaan yang menurut sebagian nelayan setuju
karena alat
tangkap payang merusak karang laut dan menangkap ikan kecil yang belum layak konsumsi, menurut
sebagian nelayan tidak setuju karena payang alat tangkap yang efektif, tidak mengenal cuaca
sehingga memperoleh ikan setiap hari; (3) komponen konatif adalah perilaku nelayan yang menerima
peraturan tersebut karena untuk melindungi ekosistem perairan laut, nelayan yang menolak atau
menentang peraturan menunjukkan perilaku tidak peduli, cuek dan meminta menteri kelautan turun
langsung kelapangan.
Konflik dalam masyarakat pesisir, seperti konflik nelayan mayang dengan nelayan jaring, nelayan
pursen dengan nelayan mayang, nelayan mayang dengan nelayan mayang, nelayan jaring dengan nelayan
jaring. Konflik antarnelayan sering terjadi dalam memperebutkan sumber daya perairan laut. Penyebab
konflik karena kerusakan ekosistem perairan laut atas penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan, sehingga merugikan salah satu pihak. Konflik antarnelayan menimbulkan perselisihan,
kemarahan yang meledak, dan ketegangan antarnelayan. Namun, sedikit banyak konflik yang terjadi
mampu dibendung secara kekeluargaan dan damai.
Kondisi perairan yang mengalami degradasi laut sepanjang pantai utara berdampak pada menurunnya
stok-stok ikan sehingga pendapatan hasil tangkapan ikan nelayan menurun, jenis spesies ikan sulit
didapatkan nelayan, kesenjangan serta kompetensi persaingan semakin ketat dalam memperebutkan
sumber daya perikanan.