dc.description.abstract | Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global. Salmonella typhi merupakan
jenis bakteri penyebab demam tifoid. WHO (World Health Organization) memperkirakan angka penderita
demam tifoid di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, dengan angka kematian mencapai
600.000 jiwa dan 70% terjadi di negara berkembang di Asia dengan angka penderita terbanyak pada
kelompok usia 2-15 tahun.
Pengobatan demam tifoid sampai saat ini masih didominasi dengan
pemberian berbagai jenis antibiotik seperti kloramfenikol, amoxicillin, kotrimoksazol, ampisilin
dan tiamfenikol penggunaan antibiotik ini dinilai kurang efektif karena adanya resistensi bakteri
dimana pada tahun 2007 sekitar 6,8% isolat Salmonella typhi resisten terhadap ketiga antibiotik
yakni, ampicillin, kloramfenikol dan kotrimoksazol. Resistensi diakibatkan kebiasaan buruk
masyarakat dalam mengkonsumsi antibiotik tanpa disertai resep dokter. Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya obat pengganti sebagai alternatif untuk mengendalikan resistensi obat-obatan ini, salah satu
alternatifnya adalah menggunakan cacing tanah.
Cacing tanah (Pheretima javanica K.) memiliki senyawa bioaktif
antimikroba peptide yang disebut Lumbricin I, yang mengandung prolin 15% dari total berat kering
dan tersusun dari 26 macam asam amino dengan berat molekul 7,231 kDa. Mode of action senyawa
Lumbricin I dengan cara merubah dan merusak mekanisme permeabilitas membrane, dengan membentuk
Multimeric Membrane Protein Pore, sehingga integritas membran terganggu bahkan menyebabkan kematian
sel. Melihat potensi yang yang dimiliki cacing tanah (Pheretima javanica K.), maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh serbuk cacing tanah terhadap kadar SGPT dan SGOT
tikus putih. Sebelum dijadikan obat dan diproduksi secara komersial, ada beberapa tahapan uji yang
harus dilalui salah satunya adalah uji praklinik, dalam penelitian ini, uji praklinik yang
dilakukan adalah uji toksisitas akut, di mana selain untuk mengetahui lethal dose 50 dari serbuk
cacing tanah (Pheretima javanica K.), toksisitas juga diukur dari efeknya terhadap organ hati
melalui parameter pengukuran kadar SGOT dan SGPT tikus putih (Rattus norvegicus L.)
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan jumlah sampel tikus putih
(Rattus norvegicus L.) sebanyak 30 ekor terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol, 6 kali pengulangan,
dengan tiap perlakuan terdiri atas 6 ekor hewan uji yang diberi varian dosis serbuk cacing tanah
(Pheretima javanica K.) diantaranya 400, 800, 1600 dan 3200 mg/KgBB. Perlakuan berupa pemberian
serbuk cacing tanah (Pheretima javanica K.) diberikan selama 14 hari yang selanjutnya dilakukan
perhitungan LD50 setelah selang waktu 14 hari, untuk pengukuran kadar SGOT dan SGPT dilakukan
sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai LD50 yang lebih besar dari 5000 mg/KgBB yang
berdasarkan kategori (Globally Harmonized Classification System (GHS) termasuk kategori praktis
tidak toksik. Sehingga dengan pemberian serbuk cacing tanah (Pheretima javanica K.) dengan dosis
tinggi sekalipun tidak akan memberi efek toksik bagi tubuh. Untuk kadar SGOT dan SGPT yang telah
dianalisis menggunakan analisis Anova menunjukkan hasil tidak ada pengaruh pemberian serbuk cacing
tanah (Pheretima javanica K.) terhadap kadar SGOT dan SGPT tikus putih dengan nilai signifikansi
sebesar 0,198 untuk SGOT dan 0,590 untuk SGPT. Sehingga masuk dalam kategori aman terhadap fungsi
hati. Setelah dilakukan validasi oleh 2 validator yaitu ahli materi dan ahli media diperoleh hasil
bahwa buku dengan judul judul “Pheretima javanica K. Bukan Cacing Tanah Biasa” yang disusun dari
hasil penelitian Uji Toksisitas Akut Serbuk Cacing Tanah (Pheretima javanica K.) Melalui Pengukuran
Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) dapat dijadikan sebagai buku ilmiah populer
dengan dengan rata-rata nilai validasi sebesar 82 dengan kategori sangat layak. | en_US |