IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK DI KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN JEMBER
Abstract
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implementasi kebijakan
penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik di kawasan
perkotaan Kabupaten Jember. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, dalam perencanaan tata ruang
wilayah kota harus ditambahkan rencana penyediaaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau (RTH), jenis dan persentase keberadaan RTH ini penyebarannya,
terdiri dari RTH publik dan RTH privat. Disebutkan dalam Undang-Undang ini
bahwa, proporsi RTH paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, proporsi RTH
publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota dan 10%
diperuntukkan RTH privat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggunakan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data
melalui telaah pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh
Miles dan Huberman. Teknik menguji keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan metode triangulasi, ketekunan atau keajegan pengamatan dan
pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan Penyediaan
dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kawasan Perkotaan Kabupaten
Jember sedang berjalan dan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik baru
terealisasi sebesar 11,71% hingga tahun 2016 dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat meskipun masih kurang maksimal dan merata, namun masih terdapat
kendala-kendala dalam impementasinya. Secara jelas dapat disimpulkan sebagai
berikut: 1) Komunikasi, Pemerintah Kabupaten Jember telah mengamanatkan
melalui Perda dan Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang bidang Tata Kota dan
Pedesaan (seksi Pertamanan) telah menjalankan kebijakan ini dan memberikan
sosialisasi berupa himbauan baik lisan maupun tulisan kepada masyarakat perkotaan Kabupaten Jember tentang pentingnya menjaga kebersihan dan
memelihara fasilitas-fasilitas taman kota, walaupun kenyataannya kesadaran
masyarakat masih kurang. Meskipun kebijakan telah dilaksanakan, namun
penyediaan ruang terbuka hijau publik belum memenuhi proporsi luas yang telah
diamanatkan. Sehingga dalam pemanfaataannya pun menjadi kurang maksimal, kareana dari segi kuantitas belum terpenuhi dan segi kualitas belum memadai; 2)
Sumber daya, sumber daya manusia (staf) Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang
bidang Tata Kota dan Pedesaan (seksi Pertamanan) sangat penting mengingat
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang sebagai implementor kebijakan yang
menjalankan tugas penataan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau publik.
Kendala dalam sumber daya yaitu kurangnya sumber daya keuangan yang itu
dapat mempengaruhi proporsi luasan ruang terbuka hijau yang disediakan dan
kelengkapan fasilitas taman kota; 3) Disposisi (kecenderungan), Dinas PU Cipta
Karya dan Tata Ruang bidang Tata Kota dan Pedesaan (seksi Pertamanan) telah
menjalankan kebijakan ini yaitu mendorong kualitas taman perkotaan dengan
melakukan perbaikan dan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung aktifitas pada
taman kota, meskipun tidak merata pada seluruh RTH yang ada dikarenakan
terbatasnya anggaran. Untuk mendorong secara kuantitas dengan menambah
taman-taman baru di perkotaan, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang bidang
Tata Kota dan Pedesaan masih belum bisa melaksanakan karena terkendala belum
tersedianya Master Plan pembangunan RTH; 4) Struktur Birokrasi, dalam
kebijakan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik belum ada struktur
birokrasinya. Meskipun begitu, dalam pelaksanaannya implementor sudah
disediakan prosedur kerja yaitu berdasarkan tugas pokok dan SOP (Standard
Operating Procedures) yang sudah ditetapkan.