dc.description.abstract | Berdasarkan uraian dari bab 1 sampai dengan bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa proses politik dalam pencabut UU larangan hijab Turki dimulai dari fungsi input yang meliputi komunitas politik, artikulasi politik, agregasi politik, komunikasi politik hingga terciptanya suatu output yang berupa kebijakan yang mengikat masyarakat Turki. Adapun input tersebut adalah sebuah tuntutan serta dukungan dari masyarakat, LSM, Organisasi maupun Kelompok Masyarakat yang menentang keberadaan UU langan hijab tersebut. Mereka menginginkan adanya penghapusan dan pencabutan UU larangan hijab yang diberlakukan di Turki. Keberadaan UU larangan hijab di Turki telah membuat masyarakat muslim Turki dan para perempuan kehilangan hak-hak sipil mereka. Hal tersebut di atas yang akhirnya membuat Pemerintah Turki yaitu antara pihak eksekutif dan legislatif berunding mengenai isu hijab tersebut. Maka disinilah terjadi proses konversi dari fungsi agregasi kepentingan yang didapat dari input hingga menjadi sebuah output.
Pada tahun 2013 Erdogan berhasil mencabut UU larangan hijab bagi semua masyarakat Turki terkecuali orang yang berprofesi sebagai polisi, militer, hakim dan jaksa. Erdogan menggunakan alasan HAM dan konsep demokrasi dalam mengajukan perubahan UU larangan hijab tersebut. Alasan-alasan Erdogan inipun akhirnya diterima oleh sebagian besar anggota parlemen Turki, yang mana lebih dari 50% menerima alasan Erdogan dan menyetujui perubahan UU larangan Hijab. Keberhasilan ini juga disebabkan oleh penguasaan partai AKP yang pada saat itu masih mendominasi kursi parlemen. Akhirnya pada bulan Oktober 2013, Erdogan mengumumkan kebijakan bahwa Undang-Undang larangan hijab di Turki telah di cabut dan kini perempuan Turki telah bebas menggunakan hijabnya di lingkungan sekolah maupun publik. | en_US |