dc.description.abstract | Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menganalisis tingkat keterampilan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal
Aritmetika Dua Dimensi ditinjau dari tingkat kemampuan metakognisi. Penelitian
ini menggunakan beberapa instrumen yakni angket kemampuan metakognisi, tes
keterampilan berpikir kreatif, dan pedoman wawancara. Subjek penelitian ini
adalah 6 siswa dari kelas XI IPA 5 SMA Negeri Arjasa Jember, yang terdiri dari
siswa berkemampuan metakognisi tinggi, sedang, dan rendah yang masing-masing
berjumlah 2 siswa. Metode pengumpulan datanya meliputi metode angket, tes dan
wawancara. Hasil validasi pedoman wawancara adalah 4,8 dan tes adalah 4,4.
Artinya tes dan wawancara dapat dikatakan valid.
Pengambilan subjek dilakukan dengan ketentuan sebanyak 2 siswa
berkemampuan metakognisi tinggi dengan skor tertinggi, 2 siswa berkemampuan
sedang dengan skor sedang, dan 2 siswa berkemampuan metakognisi rendah
dengan skor terendah. Apabila data belum dapat dikatakan jenuh, maka diambil 1
subjek lagi sesuai dengan kemampuan siswa yang datanya belum jenuh,
pengambilan subjek ini dilakukan hingga keseluruhan data dianggap jenuh. Kriteria
jenuh dalam penelitian ini adalah ketika 2 siswa yang memiliki tingkat kemampuan
metakognisi sama tergolong dalam tingkat keterampilan berpikir kreatif yang sama
pula.
Instrumen tes keterampilan berpikir kreatif terdiri dari 5 soal. Soal tes ini
merupakan tipe soal hierarki, dengan level terendah yaitu soal 1 dan level tertinggi
yaitu soal 5. Hasil tes siswa dikoreksi berdasarkan kunci jawaban dan indikator
keterampilan berpikir kreatif. Pada indikator tersebut terdapat 4 aspek yaitu berpikir lancar (fluency), berpikir terperinci (elaboration), berpikir luwes (flexibility), dan berpikir orisinal (originality). Dikategorikan berpikir lancar jika siswa mampu
mengisi semua kolom dengan benar minimal soal 1 dan 2, dikategorikan berpikir
terperinci jika siswa mampu menarik kesimpulan pada soal 1, 2, dan 3 dengan
benar, dikategorikan berpikir luwes jika siswa mampu memberikan dua contoh
gabungan pola-pola, dan dikategorikan berpikir orisinal jika siswa mampu
menemukan pola Aritmetika Dua Dimensi yang baru. Setelah itu, siswa
digolongkan berdasarkan penjenjangan berpikir kreatif. Jika siswa tidak mampu
menunjukkan keempat aspek berpikir kreatif, maka siswa tersebut termasuk tingkat
0 (tidak kreatif). Jika siswa mampu menunjukkan aspek fluency, maka siswa
tersebut termasuk tingkat 1 (kurang kreatif). Jika siswa mampu menunjukkan aspek
fluency dan elaboration, maka siswa tersebut termasuk tingkat 2 (cukup kreatif).
Jika siswa mampu menunjukkan aspek fluency, elaboration dan flexibiliy, maka
siswa tersebut termasuk tingkat 3 (kreatif). Jika siswa mampu menunjukkan
keempat aspek berpikir kreatif, maka siswa tersebut termasuk tingkat 4 (sangat
kreatif).
Berdasarkan hasil tes dan wawancara keenam siswa sesuai dengan indikator
keterampilan berpikir kreatif, 2 siswa berkemampuan metakognisi tinggi
memenuhi kriteria penjenjangan berpikir kreatif pada tingkat 4 yaitu sangat kreatif,
2 siswa berkemampuan metakognisi sedang memenuhi kriteria penjenjangan
berpikir kreatif pada tingkat 2 yaitu cukup kreatif, dan 2 siswa berkemampuan
metakognisi rendah memenuhi kriteria penjenjangan berpikir kreatif pada tingkat 1
yaitu kurang kreatif. Data tersebut dapat dikatakan jenuh, maka tidak perlu
mengambil subjek lagi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Guru dapat mengetahui kemampuan
metakognisi dan keterampilan berpikir kreatif siswa sehingga guru dapat
menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Selain itu,
juga dapat menjadi awal siswa untuk berlatih soal-soal tipe baru dan menemukan
sesuatu yang baru. | en_US |