KADAR PH URIN PADA TIKUS YANG MENGALAMI DISHARMONI OKLUSI
Abstract
Disharmoni oklusi merupakan gangguan ketidakserasian komponen interaksi antara gigi, sendi, dan otot dikarenakan ketidak seimbangan antara kontak antar gigi dengan gigi antagonisnya pada oklusi sentris. Disharmoni oklusi dapat terjadi karena kelainan pada gigi yang sangat sering ditemukan seperti adanya maloklusi atau permukaan gigi yang tidak normal sehingga menyebabkan permukaan oklusi tidak dapat berkontak tepat pada gigi antagonisnya dengan sempurna .
Disharmoni oklusi merupakan stresor yang mempengaruhi fisiopsikologi seseorang dan merangsang aktivitas neuroendokrin melalui sistem hipopituitari aksis (Taga dkk., 2012). Hipopituitari aksis akan melepaskan faktor corticotropin-releasing (CRF), dan sinyal kelenjar hipofisis untuk mensekresikan Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). ACTH kemudian berjalan ke kelenjar adrenal untuk memicu sekresi hormon stres (seperti kortisol) terdapat juga peningkatan hormon adrenalin yang merangsang adanya sekresi hormon aldosteron. Hormon Aldosteron merupakan hormon yang merangsang sekresi H+ didalam tubuh terutama pada pengaturan pH pada urin.
Sampel terdiri dari 4 ekor tikus (Rattus norvegicus) galur, berjenis kelamin jantan dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Tikus dalam keadaan sehat serta tidak ada kelainan. Pengukuran kadar pH urin dilakukan pretest dan post test. Kelompok tikus yang mengalami disharmoni oklusi diukur kadar pH urinnya saat 8 jam post perlakuan, hari ke- 1, hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-21 . Tikus diberi perlakuan pengasahan oklusal gigi regio posterior kanan dan kiri yaitu semua tonjol gigi molar sehingga tonjol gigi menjadi rata dan terjadi disharmoni oklusi. Pengasahan tidak sampai menimbulkan perforasi pulpa gigi.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kadar kadar pH urin pada tikus yang mengalami disharmoni oklusi. Nilai peningkatan rata-rata kadar kadar pH urin pada tikus yang mengalami disharmoni oklusi yaitu pada hari ke-3, 7, 14, hingga hari ke-21. Pada penelitian ini terdapat beda yang signifikan antara kelompok pretest dan posttest ( p < 0,05).
Pada disharmoni oklusi terdapat peningkatan dan penurunan kadar hormon kortisol yang disebabkan oleh stress yang ditimbulkan oleh kelainan disharmoni oklusi yang dapat mempengaruhi sistem imun dari host. Pada hari ke-3 terjadi peningkatan pH yang signifikan hingga hari ke- 14. Peningkatan ini disebabkan oleh respon inflamasi dan penurunan hormon kortisol yang akan meningkatkan jumlah sel radang limfosit dan makrofag, hal ini dimungkinkan tikus berada pada fase stress, yaitu fase saat tubuh menyeimbangkan agar tubuh tetap normal.
Pada hari ke 21 terjadi sedikit penurunan rata-rata kadar pH urin memasuki fase saat kondisi tubuh kelelahan karena tidak mampu menyeimbangkan kondisi tubuh untuk tetap normal sehingga sistem imun menurun, sistem imun menurun dikarenakan hormon kelenjar adrenal yang meningkat.
Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan, terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pretest dan kelompok posttest. Hal tersebut diduga disebabkan oleh terdapat peningkatan dan penurunan kadar hormon kortisol yang disebabkan oleh stress yang ditimbulkan oleh kelainan disharmoni oklusi yang dapat mempengaruhi sistem imun dari host.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu terjadi peningkatan kadar pH urin menjadi lebih alkali pada tikus yang mengalami disharmoni oklusi. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji hormon yang dapat mempengaruhi kadar pH urin pada tikus yang mengalami disharmoni oklusi dan Perlu dilakukan pembandingan alat ukur dengan menggunakan strip urinalysis untuk melihat pengaruh disharmoni oklusi terhadap komponen lain yang terdapat pada urin.
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]