| dc.description.abstract | Globalisasi  telah  menyebabkan  banyak  negara  sepakat  untuk  membentuk
integrasi ekonomi baik dalam sekala regional, inter-regional, maupun dalam skala global. Tujuannya 
adalah terkait dengan relaksasi kebijakan dalam mempermudah, dan memperlancar hambatan-hambatan 
yang terjadi dalam aktivitas lalu lintas perdagangan dan arus modal internasional. Selain itu, 
tujuan lain mengenai urgensi dari integrasi ekonomi adalah untuk membantu meningkatkan 
kesejahteraan negara-negara yang menjadi anggota maupun bukan anggota, yaitu melalui kerja sama 
ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, salah satu bentuk 
integrasi ekonomi dalam skala regional adalah dengan terlibatnya Indonesia dengan ASEAN, yakni 
bentuk integrasi dari negara-negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Hingga saat ini, kerja 
sama negara-negara di kawasan ini telah melahirkan berbagai kebijakan. AEC (ASEAN Economic 
Community) adalah salah satu pilar dari tiga pilar yang digunakan untuk mencapai visi ASEAN.
Salah satu pilar yang tercantum dalam AEC adalah menjadikan ASEAN sebagai kawasan single market and 
production base, dimana di dalam pilar ini terdapat beberapa elemen yaitu terkait dengan aliran 
bebas barang, jasa, investasi, modal, tenaga kerja dan lain-lain. Perdagangan dan investasi 
merupakan dua variabel dalam aktivitas bisnis internasional yang diyakini memiliki hubungan kausal. 
Tingginya intensitas perdagangan di antara dua negara bukan tidak mungkin akan menyebabkan 
perpindahan faktor produksi berupa tenaga kerja dan modal. Sebagai gambaran, semakin intensnya 
aktivitas ekspor ke suatu negara akan menyebabkan negara eksportir  tersebut  membuka  cabang  
produksi  di  negara  importir  tersebut  berupa
investasi langsung dalam jangka panjang. Tujuannya tak lain adalah untuk mengurangi hambatan berupa 
biaya transportasi yang timbul dari aktivitas perdagangan. Dalam fenomena tersebut, hubungan antara 
investasi luar negeri (outward FDI) akan menurunkan atau menggantikan (substitusi) ekspor.
Pada contoh kasus lain, hubungan antara investasi dan perdagangan tidak hanya berperilaku 
substitusi, tetapi juga dapat berperilaku komplementer, atau bahkan memiliki hubungan substitusi 
dan komplementer. Hubungan di antara kedua variabel ini pun memiliki penjelasan teoritis dan bukti 
temuan empiris yang mendukungnya. Berbagai pendekatan dan model digunakan sebagai alat untuk 
membukti hubungan kausal di antara keduanya dan menggambarkan aliran perdagangan/modal. Hingga saat 
ini, perkembangan teori dan penelitian telah menghasilkan sebuah konjektur baru yang disebut dengan 
pendulum gravity model. Sebuah kerangka model yang digagas oleh Liu et al. (2016) untuk 
menggambarkan hubungan antara outward FDI dan ekspor. Model gravitasi yang bersifat dinamis ini 
merupakan pengembangan dari model gravitasi konvensional yang bersifat statis.
Menurut model ini, hubungan antara outward FDI dan ekspor akan tergantung pada tingkat perkembangan 
outward FDI. Tingkat perkembangan outward FDI dicirikan oleh kemajuan produktivitas, teknologi, dan 
perbedaan faktor endowment yang dicirikan oleh rasio ekspor terhadap outward FDI. Menurut konjektur 
ini, outward FDI dan ekspor diduga bersifat komplementer jika rasio ekspor terhadap outward FDI 
lebih besar (pada tahap awal outward FDI). Sebaliknya, pada tahap outward FDI yang telah mature, 
jika rasio outward FDI terhadap ekspor yang lebih besar, maka hubungan di antara keduanya diduga 
substitusi. Liu et al. (2016) menemukan bahwa hubungan antara ekspor dan outward FDI dari negara 
berkembang ke negara maju pada awalnya berperilaku komplementer, namun dalam jangka panjang akan 
berubah/bergerak menuju substitusi seperti pergerakan pendulum yang berayun. Sedangkan ekspor dan 
outward dari negara maju ke negara berkembang ditemukan bersifat substitusi.
Perdebatan hubungan di antara kedua variabel telah menarik beberapa peneliti untuk membuktikan 
bagaimana sebenarnya pola hubungan di antara keduanya. Penelitian yang mencoba ingin membuktikan 
keterkaitan antara FDI dan perdagangan pun sudah banyak dilakukan di luar negeri dan di Indonesia. 
Namun, penelitian mengenai keterkaitan antara outward FDI dan ekspor masih jarang dilakukan di 
Indonesia. Berdasarkan pentingnya hubungan di antara keduanya yang dapat memengaruhi kebijakan 
terhadap berlangsungnya investasi dan perdagangan, serta berdasarkan latar belakang yang ada, 
beberapa temuan empiris yang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini mencoba untuk mengkaji 
apakah konsep dari pendulum gravity model berlaku juga pada kasus Indonesia yang masih tergolong 
negara berkembang, dengan negara mitra dagang terbesar yang diklasifikasikan sebagai negara maju.
Menggunakan data panel dinamis, berupa data tahunan yang dimulai pada tahun 2000 sampai tahun 2015 
dari 4 negara mitra dagang terbesar Indonesia yaitu Jepang, China, Amerika Serikat, dan Singapura, 
penelitian ini diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang telah dirumuskan. 
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah GMM panel. Hasil estimasi GMM panel menunjukkan bahwa 
outward FDI dan ekspor dari Indonesia ke negara mitra dagang berpengaruh positif namun tidak 
signifikan secara statistik. Hasil estimasi telah sesuai dengan sign hipotesis yang berperilaku 
komplementer namun tidak signifikan. Ekspor Indonesia dipengaruhi secara positif oleh GDP riil 
negara mitra dagang, jarak geografis di antara keduanya, dan berkorelasi positif dengan nilai 
ekspor Indonesia pada periode sebelumnya. Penyebab tidak ada kaitannya outward FDI Indonesia dengan 
ekspornya adalah terkait dengan masih sedikitnya aktivitas outward FDI Indonesia akibat belum 
kompetitifnya perusahaan yang yang melakukan proses internasionalisasi.
Hasil estimasi antara outward FDI dari negara mitra dagang ke Indonesia menunjukkan bahwa ekspor 
negara mitra dagang dipengaruhi secara positif oleh GDP riil negara Indonesia, dan nilai ekspor 
negara mitra dagang pada periode sebelumnya. Sedangkan outward FDI, jarak geografis, dan nilai 
tukar riil Indonesia berkorelasi | en_US |