PREFERENSI PETANI DALAM PENJUALAN GABAH PASCA PANEN DI DESA SUMUR MATI KECAMATAN SUMBERASIH KABUPATEN PROBOLINGGO
Abstract
Sektor pertanian merupakan sektor perekonomian desa yang penting di
Desa Sumur Mati. Pentingnya sektor pertanian ini dapat dilihat dari data yang ada
di Desa Sumur Mati. Desa Sumur Mati memiliki luas 112,100 Ha, yang terdiri
tanah sawah seluas 84,000 Ha dan tanah kering seluas 28,100 Ha. Dilihat dari data
luas tanah diatas, di Desa Sumur Mati sebagian besar penduduknya adalah petani
yaitu sebanyak 297 orang. Petani di Desa Sumur Mati melakukan kegiatan
bercocok tanam padi, jagung, bawang merah, tebu dsb. Petani menanam padi
selain memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi, juga sebagai mata pencaharian
dengan menjual hasil panen yang didapatnya. Pemasaran merupakan hal yang
penting dalam menjalankan usaha pertanian karena pemasaran merupakan
kegiatan ekonomi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan petani.
Dalam penjualan hasil panen padi, petani memiliki beberapa preferensi yaitu
kepada Perum Bulog, tengkulak, dan pasar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan
preferensipetani dalam penjualan gabah pascapanen di Desa Sumur Mati
Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo. Subjek penelitiannya adalah
Petani di Desa Sumur Mati yang melakukan penjualan gabah pasca panen,
tengkulak, wakil kepala Perum Bulog, dan pedagang kios pasar. Metode
pengumpulan data yang digunakan terdiri dari metode wawancara, metode
observasi, dan metode dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di Desa Sumur Mati menjual
gabah kepada Perum Bulog, tengkulak, dan pedagang kios pasar. Hubungan
Perum Bulog dengan petani merupakan kemitraan. Kemitraan yang terjalin antara
Perum Bulog dengan petani tidak berlangsung lama karena petani merasa rugi.
Kerugian yang dialami petani terletak pada proses penjualan gabah kepada Perum
Bulog. Dimana petani harus mengangkut gabah mereka ke gudang Bulog dengan
biaya pengangkutan ditanggung oleh petani. Selain itu juga, proses pembayaran
petani harus mencairkan melalui Bank. Pada proses penjualan, gabah petani dicek
kadar air terlebih dahulu sebelum diterima oleh Bulog. Selama ini kadar air gabah
petani di Desa Sumur Mati dibawah ketentuan Perum Bulog sehingga petani
mendapatkan harga yang rendah. Karena selalu rugi akhirnya petani berhenti dari
kemitraan Perum Bulog.
Hubungan antara tengkulak dengan petani terjalin dalam suatu ikatan
patron klien. Tengkulak sebagai patron mengambil peran strategi dalam relasi
patron klien ini dengan memberikan pinjaman uang kepada petani atau klien
untuk memenuhi kebutuhan modal awal tanam. Petani sebagai klien yang
meminjam uang kepada tengkulak harus menjual gabah mereka kepada tengkulak
tersebut, sehingga dengan adanya hutang petani menjadi terikat dengan tengkulak.
Sedangkan hubungan antara pedagang kios pasar dengan petani
merupakan hubungan antara agen dan aktor seperti pada teori strukturasi Giddens.
Dimana hubungan jual beli antara pedagang kios dengan petani dalam penelitian
ini juga terjadi secara terus menerus dan didalamnya terdapat praktik sosial.
Antara petani dan pedagang kioas terdapat suatu simbiosis mutualisme antara
petani dengan pedagang kios tersebut. Pedagang akan memperoleh keuntungan
dengan melakukan pembelian gabah kepada petani langsung, yaitu lebih cepat dan
dengan harga yang lebih murah daripada harus membeli pada bulog. Selain itu,
dengan membeli gabah dari petani langsung akan lebih efisien. Begitu halnya
pada petani, para petani merasa lebih menguntungan (terutama petani yang tidak
memiliki sawah terlalu luas), karena dengan menjual kepada pedagang kios petani
akan merasa aman saat adanya pesanan dari pedagang kios yang akan membeli
hasil panen gabah di musim panen yang akan datang.