Show simple item record

dc.contributor.advisorRATO, Dominikus
dc.contributor.advisorFAHAMSYAH, Ermanto
dc.contributor.authorMAS’OD, Ali
dc.date.accessioned2017-08-04T06:57:57Z
dc.date.available2017-08-04T06:57:57Z
dc.date.issued2017-08-04
dc.identifier.nimNIM120720101014
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80829
dc.description.abstractMetode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach) dan historis (historitical approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kesimpulan dari tesis ini adalah kurang jelasnya ketentuan Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengenai aset desa tentang tanah ulayat menimbulkan multitafsir. Dengan adanya ketidakjelasan pengertian norma hukum tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap status hukum tanah ulayat masyarakat hukum adat. Pada prinsipnya tanah ulayat merupakan jenis tanah yang berbeda dari tanah titisara, tanah bengkok, tanah gogolan, dan tanah kesikepan yang merupakan tanah adat kemudian dikonversi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjadi hak milik atau hak pakai. Sedangkan tanah ulayat lingkup cakupannya lebih luas daripada tanah adat, sementara tanah adat merupakan bagian dari tanah ulayat. Dengan demikian, tanah ulayat yang dimaksud sebagai aset desa dalam sistem pemerintahan desa adat atau pemerintahan lokal identik memiliki sistem asli yang masih hidup di dalam masyarakat. Kaidah hukum yang ada belum mencerminkan kepastian hukum terhadap status hukum tanah ulayat masyarakat hukum adat. Pengakuan mengenai tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, pada peraturan pelaksananya belum memberikan kepastian hukum terhadap hak masyarakat hukum adat. Bahkan kaidah hukum yang ada lebih mempersempit keberadaan masyarakat hukum adat untuk eksis dengan menyebutkan istilah atau definisi pemaknaan masyarakat hukum adat pada konteksnya berbeda-beda. Berkaitan dengan penetapan jenis hak baru atas tanah diatur dengan bentuk undang-undang, bukan dengan berdasarkan peraturan setingkat menteri. Sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan manfaat bagi masyarakat hukum adat. Pengaturan secara khusus terhadap masyarakat hukum adat sebagai upaya memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum akan hal eksistensi keberadaan masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisional yang dimiliki. Pada kehidupan masyarakat hukum adat banyak terjadi eksploitasi, marjinalisasi, dan pengabaian. Sebagai sistem norma kebijakan hukum pertanahan tidak hanya dipergunakan untuk mengatur dan mempertahankan pola tingkah laku yang sudah ada, melainkan lebih sekedar dari itu dengan berpihak kepada kosmologi masyarakat hukum adat dan pembentukan hukum berlandaskan pada Pancasila dan UUD NRI 1945. Dengan demikian perlu dibentuk dengan undang-undang khusus keberadaan masyarakat hukum adat supaya mempunyai posisi tawar seimbang. Kebijakan dibidang hukum pertanahan juga melihat sisi keadilan bagi masyarakat hukum adat. Sehingga tujuan hukum dalam kehidupan bermasyarakat agar teraturan, bermanfaat, dan keadilan dapat tercapai jika kepastian hukum tidak terabaikan bagi masyarakat hukum adat.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries120720101014;
dc.subjectTANAH ULAYATen_US
dc.subjectHUKUM ADATen_US
dc.subjectASET DESAen_US
dc.titleSTATUS HUKUM TANAH ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT SEBAGAI ASET DESAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record