Show simple item record

dc.contributor.advisorM. Nur Hasan
dc.contributor.advisorAgung Purwanto
dc.contributor.authorAnggraeni, Rifqi Dwi
dc.date.accessioned2017-03-23T06:43:22Z
dc.date.available2017-03-23T06:43:22Z
dc.date.issued2017-03-23
dc.identifier.nim120910101077
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/79830
dc.description.abstractTaiwan merupakan salah satu negara dikawasan Asia Timur yang memiliki struktur perekonomian yang terdiri dari industri kecil dan menengah yang berkembang pesat dan menghasilkan produk-produk unggulan yang dapat bersaing di pasar internasional. Integrasi ekonomi yang dilakukan Taiwan pada masa pemerintahan Ma Ying Jeou dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Taiwan. Kesepakatan perjanjian perdagangan dilakakukan untuk mewujudkan hal tersebut. Perjanjian antara China dan Taiwan yaitu kerangka perjanjian Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) dan kemudian dilanjutkan dengan Cross Straits Service Trade Agreement (CSSTA) yang membahas tentang perjanjian perdagangan lintas – selat antara China dan Taiwan. Melalui kerjasama ECFA dan CSSTA ini pemerintah diharapkan mampu membuat perekonomian Taiwan tumbuh. Namun pada tahun 2014 terjadi gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat sipil Taiwan yang bertujuan untuk menuntut pemerintah atas diratifikasinya perjanjian CSSTA antara China dan Taiwan tersebut. Perkembangan masyarakat Taiwan yang semakin demokratis membuat mereka menjadi aktor penting dalam berjalannya demokrasi di Taiwan. Mereka menilai bahwa pemerintah harus lebih hati-hati dalam mengkaji setiap klausul perjanjian dengan China karena dalam CSSTA ini terdapat beberapa klausul yang merugikan pihak indutsri kecil dan menengah di Taiwan. Pemerintah yang diminta untuk melakukan peninjauan ulang justru langsung meratifikasi perjanjian tersebut sehingga membuat masyarakat Taiwan marah dan melakukan gerakan sosial yang disebut Sunflower Movement. Dari latar belakang tersebut maka skripsi ini akan membahas tentang apa yang menyebabkan terjadinya Sunflower Movement di Taiwan tahun 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deskritif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori partisipasi politik (politic participation theory) dan teori mobilisasi sumberdaya (resource mobilization theory) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Sunflower Movement di Taiwan pada tahun 2014, yaitu 1. Faktor partisipasi masyarakat Taiwan yang menjadi faktor utama berkumpulnya massa dalam upaya menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah terkait CSSTA. 2. Faktor Ekonomi, dimana integrasi ekonomi yang dilakukan pemerintah China melalui perjanjian ECFA dan kemudian CSSTA justru mendapat penolakan karena adanya klausul perjanjian Early Harvest yang dianggap dapat merugikan pelaku industri kecil-menengah di Taiwan. 3. Faktor Politik, faktor ini terkait dengan proses ratifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Taiwan dan China dianggap tidak transparan. Tuntutan yang diminta oleh demostran terkait dengan peninjauan kembali klausul perjanjian tidak dilakukan sesuai dengan prosedur demokrasi yang di junjung tinggi oleh masyarakat Taiwan 4. Faktor Kepemimpinan dan Organisasi, kultur masyarakat Taiwan yang sudah terbiasa dengan adanya gerakan sosial, LSM dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi di negara membuat mereka akan mudah melakukan gerakan dan menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah. Keberadaan LSM dan Organisasi sosial yang semakin hari semakin diperhatikan oleh pemerintah menjadi sarana yang memudahkan masyarakat untuk bergerak. Karena di Taiwan sendiri, menyampaikan pendapat dari masyarakat kepada pemerintah ini menjadi katalisator demokrasi di Taiwanen_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSUNFLOWER MOVEMENTen_US
dc.subjectTAIWANen_US
dc.titleSunflower Movement di Taiwan Tahun 2014en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record