PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI PENDEKATAN ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION
Abstract
Kepolisian lalu lintas sebagai penyidik mempunyai kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan suatu pemeriksaan perkara pidana dikenal istilah diskresi kepolisian yakni yang termuat di dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini diskresi tersebut harus dibatasi dengan batasan-batasan tertentu diantaranya pelaku dengan korban masih memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dekat, pelaku masih berusia muda dan pelaku dengan korban bersepakat berdamai yang saling memaafkan. Sehingga melalui jalur ADR ini, asas keadilan dan kemanfaatan dapat tercapai dengan baik. Bahwa demi menjamin kepastian hukum, penyidik kepolisian juga dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sesuai Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
Untuk mengkaji hal tersebut akan dibahas secara mendalam dengan beberapa teori yang berkembang dalam ilmu hukum. Pembahasan ini akan dibahas secara komprehensif guna menemukan formulasi hukum yang tepat dalam menjalankan penegakan hukum di Indonesia. Sehingga diharapkan penegakan hukum pidana dimasa yang akan datang dapat lebih mengakomodir kepentingan korban dan pelaku tindak pidana.
Kesimpulan dari tulisan ini bahwa kepolisian sebagai penyidik dalam pemeriksaan awal harusnya dapat tanggap dan cepat dalam merespon keinginan korban / keluarga korban dengan pelaku. Bahwa terkait hal ini penyidik mempunyai kewenangan untuk menghentikan perkara tersebut dengan menggunakan kewenangan diskresinya sesuai dengan pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Saran penulis adalah kedepan diharapkan pembentuk undang-undang dapat mengakomodir penyelesaian melalui ADR dengan jalan kesepakatan perdamaian didalam menyelesaikan perkara tindak pidana kecelakaan lalu lintas.
Collections
- MT-Science of Law [333]