GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DENGAN RESEP DAN TANPA RESEP DOKTER DI BEBERAPA APOTEK DI AREA JEMBER KOTA
Abstract
Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap
penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas
dipasaran atau obat keras yang didapat tanpa resep dokter yang diserahkan oleh
apoteker di apotek (BPOM, 2004). Prevalensi pengobatan sendiri di Indonesia pada
tahun 2004 adalah pengobatan sendiri 87,37%, sisanya mencari pengobatan antara
lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah sakit, balai pengobatan, dan
pengobatan tradisional (Kristina, 2008).
Salah satu jenis obat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dalam
pengobatan sendiri adalah antibiotik. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan
pada 559 responden di Kota Yogyakarta, sebesar 7,3% responden menggunakan
antibiotik untuk pengobatan sendiri dalam kurun waktu 1 bulan (Widayati, 2012).
Persentase pengobatan sendiri dengan antibiotika yang ditemukan di India 18%,
Sudan 48%, dan Jordan 40% (Abasaeed, 2009).
Swamedikasi dengan antibiotik secara tidak tepat dapat memicu munculnya
permasalahan yaitu terjadinya resistensi terhadap antibiotik dan mengakibatkan
hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk
mencegah atau mengobati infeksi (Center for Disease Control and Prevention, 2014).
Indonesia memiliki angka prevalensi resistensi antibiotik yang cukup tinggi. Hasil
suatu penelitian didapatkan prevalensi resistensi Eschericia coli terhadap ampisilin
sebesar 73. Penggunaan antibiotik dalam swamedikasi tidak lepas dari adanya praktek
penjualan antibiotik tanpa resep di apotek. Pravalensi penjualan Antibiotik tanpa
resep dokter di apotek di Yogyakarta 2012 sebesar 7%.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]