dc.description.abstract | Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei Var hominis. Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Skabies terjadi pada jenis kelamin perempuan dan laki-laki, semua usia, semua kelompok etnis, dan sosial ekonomi. Skabies merupakan penyakit yang sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah, namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Ratnasari et al., 2014:252), dimana infeksi sekuder tersebut disebabkan oleh bakteri Group A Streptococcus (GAS) serta Staphylococcus Aureus (Golant, 2012 dan Harapap, 2000). Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. Faktor yang berperan tingginya prevalensi skabies di negara berkembang yaitu kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian (Johnstone et al., 2007:2). Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren (Mellanby, 1941:405, Heukelbach et al., 2005:373 dan Walton et al., 2007:270).
Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam (Haningsih, 2008:28). Depkes RI mencatat terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi di Indonesia. Selanjutnya terdapat beberapa penelitian yang menunjukan prevalensi skabies tinggi di beberapa pondok pesantren (Saad, 2008:3, Ma’rufi et al., 2005:11-17, Afraniza, 2011:4-25 dan Akmal et al., 2013:164-167). Pondok Pesantren memiliki 2 jenis, yaitu khalafi (Modern) dan Salafiyah (Tradisional). Kedua jenis pondok pesantren tersebut berbeda dalam kebijakan sistem pendidikan serta sanitasi lingkungan di pondok pesantren tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu, personal hygiene, perilaku sehat dengan kejadian skabies pada santri di ponpes khalafi dan salafiyah di Kecamatan Mayang Kabupaten Jember dimana berdasarkan atas hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa kasus skabies yang terdapat di Kecamatan Mayang tertinggi di Kabupaten Jember yaitu 526 kasus (Dinkes, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling dengan membagi pondok pesantren menjadi dua kelompok yakni pondok pesantren khalafi (MU Darul Mukhlisin) dan pondok pesantren salafiyah (Rhadiatus Sholihin dan Al-Wafa), dimana perhitungan sampel santri secara random pada ponpes khalafi dan salafiyah yaitu masing-masing 89 santri dan 62 santri. Selanjutnya, analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji koefisien kotingensi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada santri di ponpes khalafi dan salafiyah didapatkan frekuensi santri wanita di Pondok Pesantren MU Darul Mukhlisin lebih tinggi dibandingkan dengan santri pria yaitu dengan selisih 3,38%. Selanjutnya, proporsi jumlah frekuensi santri pria di ponpes Rhadiatus Sholihin serta Al-Wafa lebih tinggi dibandingkan dengan santri wanita dengan selisih persentase 19,36%. Berdasarkan distribusi usia responden pada santri ponpes khalafi dan salafiyah didapatkan jumlah santri yang berusia ≥13 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan santri dengan usia lainnya. Berdasarkan lama mondok santri didapatkan bahwa jumlah santri yang mondok kurang dari 6 tahun di ponpes khalafi sebesar 100%. Selain itu, frekuensi santri dengan lama mondok < 6 tahun di ponpes salafiyah lebih tinggi dibandingkan dengan santri yang mondok ≥ 6 tahun dengan persentase 93, 55%.
Tingkat personal hygiene pada santri di kedua jenis ponpes didapatkan bahwa tingkat personal hygiene tinggi pada ponpes khalafi dan salafiyah lebih besar dibandingkan dengan tingkat personal hygiene dengan masing-masing persentase adalah 53,93% dan 74,19%. Selanjutnya, perilaku sehat santri yang terdapat di ponpes khalafi dan salafiyah memiliki tingkat perilaku sehat yang rendah lebih besar dengan masing-masing persentase yaitu 75,28% dan 77,42%. Tingkat sanitasi lingkungan pondok pesantren menunjukan bahwa tingkat sanitasi yang terdapat di pondok pesantren khalafi (MU Darul Mukhlisin) dan salafiyah (Al-wafa dan Rhadiatus Sholihin) rendah.
Berdasarkan atas uji koefisien kotingensi dari karakteristik individu, personal hygiene serta perilaku sehat dengan kejadian skabies di ponpes khalafi didapatkan yaitu P jenis kelamin= 0,000; P usia= 0,540; P personal hygiene= 0,000 dan P perilaku sehat= 0,000 dengan α= 0,05. Nilai P jenis kelamin, personal hygiene, perilaku sehat < α (0,05). Oleh sebab itu, terdapat hubungan antara jenis kelamin, personal hygiene dan perilaku sehat dengan kejadian skabies pada santri di ponpes khalafi. Selanjutnya, uji koefisien kotingensi dari karakteristik individu, personal hygiene serta perilaku sehat dengan kejadian skabies di ponpes salafiyah didapatkan yaitu P jenis kelamin =0,147; P usia= 0,004; P lama mondok= 0,223; P personal hygiene= 0,000 dan P perilaku sehat= 0,012 dengan α= 0,05. Nilai P usia, personal hygiene, perilaku sehat < α(0,05). Oleh sebab itu, terdapat hubungan antara usia, personal hygiene dan perilaku sehat dengan kejadian skabies pada santri di ponpes salafiyah.
Saran yang diberikan peneliti yaitu untuk Puskesmas agar membuat kerjasama dengan pondok pesantren mengenai adanya penyuluhan pada setiap jenis ponpes yang terdapat di Kecamatan Mayang. Selain itu, untuk pengasuh maupun pengurus pondok pesantren agar pembuatan serta pemasangan poster atau media promosi kesehatan lainnya mengenai tata cara hidup bersih dan sehat. | en_US |