dc.description.abstract | Proses berpikir merupakan proses tingkah laku untuk mencari makna dan
pemahaman terhadap sesuatu. Ketunarunguan ialah kekurangan atau kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus. Dengan keterbatasan siswa
tunarungu yang tidak bisa mendengar sering kali disertai ketidakmampuan
berbicara menyebabkan mereka kesulitan dalam menerima pelajaran dan
menyelesaikan soal. Bahasa yang digunakan siswa tunarungu sebagian besar
merupakan bahasa isyarat yang berbeda dengan bahasa normal. Hal tersebut dapat
mempengaruhi proses berpikir siswa tunarungu. Pembelajaran matematika yang
tepat adalah pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara konsep
matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari. Pembelajaran kontekstual
dapat membantu siswa belajar melalui materi yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari mereka. Intelegensi anak tunarungu dipengaruhi oleh tingkat
kemampuan bahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak,
sehingga soal kontekstual yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari lebih
dapat membantu siswa tunarungu memahami isi materi.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripiskan proses
berpikir siswa tunarungu yang kehilangan kemampuan mendengar lebih dari 90
dB ke atas (tidak dapat mendengar sama sekali) kelas VIII di SMPLB-B TPA
Jember. Proses berpikir disesuaikan menurut Piaget yang meliputi disequilibrium,
asimilasi, akomodasi dan equilibrium. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah soal kontekstual operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat positif, pedoman wawancara, validasi
soal, dan validasi pedoman wawancara. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode tes dan metode wawancara. Soal tes terdiri dari 2 butir
soal. Soal nomor 1 merupakan soal perkalian bilangan bulat positif, sedangkan
soal nomor 2 merupakan soal pembagian bilangan bulat positif. Data yang
dianalisis adalah data hasil tes dan hasil wawancara terhadap jawaban siswa.
Sebelum pelaksanaan penelitian, instrumen terlebih dahulu divalidasi oleh
3 orang validator. Dari hasil validasi diperoleh nilai rerata total untuk semua
aspek ( a V ) sebesar 4,4 baik pada butir soal nomor 1 maupun nomor 2 pada
validasi soal dan 4,4 untuk validasi pedoman wawancara. Berdasarkan hal
tersebut artinya instrumen valid dan dapat digunakan pada penelitian. Soal
diberikan kepada dua orang siswa tunarungu kelas VIII SMPLB-B TPA Jember.
Setelah dilakukan tes, selanjutnya dilakukan wawancara terhadap kedua subjek.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa subjek pertama (S1) belum
mengalami disequilibrium dalam memahami soal baik soal nomor 1 maupun
nomor 2. Disequilibrium terjadi saat S1 diminta menceritakan kembali soal nomor
1 dan 2. S1 mengalami akomodasi saat peneliti menanyakan apa yang diketahui
pada soal nomor 1 juga saat menyelesaikan soal nomor 1 mengenai perkalian dan
nomor 2a mengenai pembagian. S1 mengalami asimilasi saat peneliti menanyakan
apa yang ditanyakan pada soal nomor 1, dan apa yang diketahui pada soal nomor
2. S1 juga mengalami asimilasi saat menyelesaikan soal nomor 2b. Equilibrium
dialami S1 saat menyelesaikan soal nomor 1.Subjek kedua (S2) belum mengalami
disequilibrium dalam memahami soal baik soal nomor 1 maupun nomor 2. S2
mengalami disequilibrium pada saat S2 diminta menyebutkan apa yang
ditanyakan pada soal nomor 1 dan 2. S2 mengalami akomodasi saat S2
menyelesaikan soal nomor 2b. S2 mengalami asimilasi saat peneliti meminta S2
untuk menceritakan kembali soal nomor 1 dan nomor 2, meskipun S2 hanya
mampu menyebutkan apa yang diketahui pada soal berdasarkan ingatan S2.
Asimilasi juga dialami saat S2 menyebutkan apa yang diketahui pada soal dan
pada saat menyelesaikan soal nomor 1. Equilibrium dialami S1 saat
menyelesaikan soal nomor 2a dengan menggunakan 2 cara penyelesaian. | en_US |