RELASI KUASA DAN REPRESENTASITOKOH “KEN AROK” DALAM NASKAH DRAMA KEN AROK KARYA SAINI K.M., NASKAH PARARATON, DAN NASKAH NAGARAKRETA-GAMA: PENDEKATAN INTERTEKSTUALITAS
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kisah Ken Arok yang sebenarnya, berdasarkan kisah dalam naskah kuna dan fakta sejarah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni deskrptif kualitatif, Pararaton dan Nagarakretagama dengan menggunakan pendekatan struktural dan intertekstualitas. Pendekatan struktural digunakan untuk mempermudah memahami unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Ken Arok, Pararaton dan Nagarakretagama yaitu tema, penokohan dan perwatakan, latar, konflik dan bahasa figuratif. Pendekatan intertekstualitas digunakan untuk menganalisis perbedaan cerita Ken Arok sebagai pendiri pertama kerajaan Singasari yang terdapat dalam naskah drama Ken Arok, Pararaton dan Nagarakretagama, cara kepemimpinan tokoh “Ken Arok”, tafsir sejarah dan fakta sejarah pada masing-masing naskah.
Pada struktural naskah drama Ken Arok, tema terbagi menjadi dua yaitu tema mayor dan minor. Tema mayor yang ditemukan yakni siasat licik memperoleh kekuasaan yang dapat merugikan diri-sendiri, sedangkan tema minornya ditemukan dua tema yakni keputusan yang salah mengakibatkan petaka dan kutukan keris mengakibatkan kematian. Tokoh utamanya yaitu Ken Arok yang memiliki watak jahat berkarakterter datar. Tokoh bawahannya yakni Tita berwatak setia berkarakter datar, Lohgawe yang merupakan Brahmana baik berkarakter datar, Tunggul Ametung yang juga baik dan berkarakter datar, Kertajaya pengeluh dan berkarakter datar, Ken Dedes yang baik dan berkarakter datar, dan terakhir Anusapati yang berkarakter bulat karena memiliki pergantian sifat dari bijak kemudian jahat. Struktur latar yang ditemukan yaitu latar tempat yang terjadi dalam keraton Kediri, keraton Tumapel dan bengkel Mpu Gandring, latar alat yang digunakan yakni keris, latar lingkungan kehidupan yakni kerajaan, dan latar sistem kehidupan yakni Hinduisme. Struktur konflik yang ditemukan terbagi menjadi dua yakni konflik antara manusia dan manusia yang terjadi antara kaum Brahmana dan kaum Ksatria, dan konflik antara manusia dan masyarakat yang terjadi antara Ken Arok dan masyarakat Singasari. Struktur terakhir yang ditemukan dalam naskah drama Ken Arok yakni bahasa figuratif yang terdiri dari majas arkaisme dengan kata mamanda, maharesi dan kakenda, majas alegori dengan kata binatang, kecil hati, dan berat lidah, majas hiperbola dengan kata menggerogoti wibawa, menghabiskan darah, dan roda sejarah, majas personifikasi dengan kata lidah terpeleset, dan yang terakhir majas sarkasme dengan kata binatang, bajingan dan ular beludak. Kelima unsur struktural dalam naskah drama Ken Arok ini memiliki hubungan kausalitas yang saling berpengaruh dalam membentuk struktur yang padu.
Struktural pada naskah Pararaton (pupuh 1-239) juga terdapat lima jenis, yang terdiri dari tema, penokohan dan perwatakan, latar, konflik dan bahasa figuratif. Tema mayornya yakni sikap ambisius mendatangkan malapetaka bagi dirinya sendiri, sedangkan tema minornya yaitu didikan buruk terhadap anak berakibat fatal, dan kutukan orangtua berakibat buruk bagi seseorang yang tidak beradap. Tokoh utamanya bernama Ken Angrok (Ken Arok). Ia memiliki watak manusiawi yakni memiliki sikap yang baik dan buruk yang dikemas dalam karakter datar. Tokoh bawahannya yakni Lembong yang juga memiliki sikap manusiawi dan berkarakter datar, Lohgawe yang merupakan Brahmana baik berkarakter datar, Ken Dedes yang baik juga berkarakter datar dan Anusapati yang jahat dan berkarakter datar. Struktur latar dalam Pararaton ini terbagi menjadi lima yakni latar tempat dengan lokasi desa Pangkur, Lulumbang dan Tumapel, latar waktu yang terdiri atas malam, siang dan sore, latar lingkungan kehidupan kerajaan dan pedesaan, latar terakhir yaitu sistem kehidupan Hinduisme. Struktur konflik hanya terbagi menjadi dua yakni konflik antara manusia dan manusia, dan konflik antara manusia dengan masyarakat. Konflik manusia dan manusia ditemukan dua konflik yakni konflik antara ken Angrok
dengan orangtuanya dan konflik antara Anusapati dan Ken Angrok. Pada struktur bahasa figuratif ditemukan empat jenis majas yakni arkaisme dengan kata empu dan ken, majas alegori dengan frasa alam Wisnu dan ditetesi benih, majas hiperbola dengan frasa menatap bumi, hatinya sebesar gunung anakan dan kecantikannya mengalahkan sang rembulan, majas personifikasi dengan frasa gapura besar meminta tumbal dan angin ribut datang meniup. Majas sarkasme tidak ditemukan dalam Pararaton karena tidak disebutkan kata-kata kasar. Berdasarkan lima struktur struktural dalam Pararaton dapat diketahui bahwa strukturnya sangat padu dan saling terikat.
Struktural naskah Nagarakretagama (pupuh 40) terdiri atas tema, penokohan dan perwatakan, latar dan bahasa figuratif. Tema mayornya yaitu kuasa raja sebagai awal penyatuan bangsa dan tema minor yakni ketundukan rakyat terhadap kuasa raja. Penokohan dan perwatakan hanya terdapat tokoh Raja Rajasa (Ken Arok) sebagai tokoh tunggal dengan watak bijaksana berkarakter tunggal. Struktur latar yang ditemukan yakni latar tempat dengan lokasi biara, latar alat yakni hasil pertanian, latar lingkungan kehidupan kerajaan dan latar sistem kehidupan Hindu dan Buddha. Latar waktu pada kisah pendiri Singasari ini tidak ditemukan karena tidak disebutkannya waktu kejadian. Struktur bahasa figuratif yang ditemukan yakni majas arkaisme dengan kata narapati, majas alegori dengan frasa hasil tanah, majas hiperbola dengan frasa memerintah pulau Jawa. Tidak semua unsur struktural ditemukan dalam naskah Nagarakretagama ini, namun tetap ditemukan hubungan kausalitas antara setiap struktur struktural lainnya yang saling membangun keterkaitan.
Pendekatan intertekstualitas digunakan untuk menganalisis hipogram, relasi kuasa dan representasi dalam naskah drama Ken Arok, Pararaton dan Nagarakre-tagama. Adapun hasil penelitian hipogramnya yakni naskah Pararaton sebagai naskah hipogram, naskah drama Ken Arok sebagai teks transformasi, sedangkan naskah Nagarakretagama sebagai naskah tambahan untuk menguatkan hasil penelitian. Melalui teori relasi kuasa dapat diketahui tipe kepemimpinan tokoh “Ken Arok” pada masing-masing naskah. Teori representasi digunakan untuk mengetahui tafsir sejarah dan fakta sejarah tokoh “Ken Arok” sebagai raja
pertama Singasari berdasarkan naskah drama Ken Arok, Pararaton dan Nagarakretagama. Analisis hipogram, relasi kuasa dan representasi pada tokoh “Ken Arok” dalam ketiga naskah tersebut memiliki fungsi khusus yakni dapat mengetahui: naskah utama yang dijadikan sebagai hipogram; cara kepemimpinan tokoh “Ken Arok” sebagai penguasa pertama Singasari; kebenaran kisah Ken Arok berdasarkan fakta dan bukti sejarah.