MOBILITAS SOSIAL PETANI TETELAN DI GUNUNG MANDIGU KECAMATAN MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER
Abstract
Masyarakat Dusun Mandigu Desa Suco banyak yang tidak terserap
sebagai buruh perkebunan di PTPN XII Afdeling Mandigu sejak tahun 2009. Hal
ini menyebabkan masyarakat, pada tahun-tahun berikutnya berinisiatif untuk
mulai membuka lahan hutan dan bercocok tanam, dengan menjadi petani
pengelola lahan tetelan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
mobilitas sosial yang terjadi pada petani tetelan di Gunung Mandigu Desa Suco
Kecamatan Mumbulsari Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis mobilitas sosial yang terjadi pada
petani tetelan di Gunung Mandigu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan setting penelitian
lokasi Dusun Mandigu, dan obyek penelitian petani tetelan. Metode pengumpulan
data dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Untuk
memperoleh keabsahan data, dilakukan triangulasi. Analisis data dilakukan
dengan pembuatan abstraksi dan kategorisasi data yang melalui penafsiran data
dengan konsep-konsep yang sesuai untuk kemudahan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, petani tetelan di Gunung Mandigu
mengalami suatu mobilitas sosial vertikal ke atas. Hal tersebut dapat dilihat dari
perubahan yang terjadi pada mereka. Sebelum menjadi petani tetelan, mereka
bekerja sebagai buruh tani, buruh perkebunan, kuli bangunan, pedagang kayu
bakar dan pedagang motor bekas. Selain menjadi buruh dan pedagang, masyarakat
ini berperan sebagai penyedia jasa, yaitu tenaga dan pikiran, bekerja pada orang
lain dan sesuai kebutuhan orang lain. Setelah menjadi petani tetelan petani bekerja
di lahan sendiri. Petani juga menggunakan jasa dari orang lain sebagai buruh Semenjak menjadi petani tetelan, terjadi perubahan dalam banyak hal, dari
segi pekerjaan, penghasilan, status ekonomi dan sosial, bahkan prinsip hidup. Jika
dulu sebelum menjadi petani tetelan mereka hanya bekerja dan mendapat upah,
kemudian dari upah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Namun setelah
menjadi petani tetelan, menjadi penganut prinsip petani subsisten atau safety-first.
Petani tetelan tidak menjual seluruh hasil panennya, melainkan menyimpannya
untuk persediaan makan mereka hingga panen berikutnya