UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK METANOL BIJI JUWET (Syzygium cumini (L.) Skeels) PADA MENCIT JANTAN GALUR Balb-C HIPERURISEMIA
Abstract
Hiperurisemia merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah yang melebihi batas normal yaitu di atas 7,0 mg/dl pada pria dan di atas 6,0 mg/dl pada wanita. Hiperurisemia dapat memicu terjadinya artritis gout, nefropati gout, dan batu ginjal. Peningkatan kadar asam urat dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, konsumsi makanan tinggi purin, konsumsi alkohol, penggunaan obat-obat tertentu, dan gangguan fungsi ginjal. Jenis makanan yang mengandung purin tinggi, seperti jeroan (hati, ginjal, dan paru), udang, kepiting, bayam, dan melinjo termasuk jenis makanan yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia. Prevalensi hiperurisemia telah mengalami peningkatan di seluruh dunia.
Salah satu bahan alam yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional dengan aktivitas antihiperurisemia adalah juwet (Syzygium cumini). Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa daun juwet memiliki aktivitas antihiperurisemia pada mencit jantan hiperurisemia. Senyawa yang terkandung dalam daun juwet yang berperan sebagai antihiperurisemia dengan menghambat xantin oksidase yaitu flavonoid. Adapun beberapa senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, dan triterpenoid juga dapat menghambat xantin oksidase. Senyawa tersebut juga terkandung pada bagian biji juwet, sehingga biji juwet juga diduga memiliki aktivitas antihiperurisemia. Berdasarkan hal inilah, maka perlu dilakukan pembuktian apakah ekstrak biji juwet memiliki aktivitas sebagai antihiperurisemia. Pengujian aktivitas dilakukan pada ekstrak biji juwet menggunakan pelarut metanol dengan 3 tingkatan dosis yaitu 200, 400, dan 800 mg/kg BB. Penelitian ini dilakukan selama 12 hari dengan hewan uji yaitu mencit putih jantan galur Balb/C sebanyak 24 ekor yang dikondisikan mengalami hiperurisemia dengan induksi hati ayam, melinjo, dan kalium oksonat. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kontrol normal K(N) tanpa diberi perlakuan, kontrol negatif K(-) diberi suspensi CMC Na 1%, kontrol positif K (+) diberi allopurinol 10 mg/kg BB, dan 3 kelompok uji yang masing-masing diberi ekstrak metanol biji juwet dengan dosis 200 mg/kg BB (P1), 400 mg/kg BB (P2), dan 800 mg/kg BB (P3). Penentuan kadar asam urat dalam darah mencit ditentukan setelah perlakuan selama 12 hari. Metode yang digunakan untuk menganalisis sampel darah adalah metode kolorimetri.
Berdasarkan hasil penetapan kadar asam urat, diperoleh nilai rata-rata kadar asam urat dari semua kelompok berturut-turut dari kelompok kontrol normal, kontrol negatif (CMC Na 1%), kontrol positif (allopurinol), ekstrak dosis 200 mg/kg BB, ekstrak dosis 400 mg/kg BB, dan ekstrak dosis 800 mg/kg BB sebagai berikut 3,22 ± 0,60; 4,69 ± 0,31; 0,68 ± 0,10; 3,81 ± 0,45; 2,58 ± 0,24; dan 3,48 ± 0,29 mg/dl. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kontrol negatif memiliki kadar asam urat yang paling tinggi dan kontrol positif memiliki kadar asam urat yang paling rendah. Kelompok uji yang memiliki aktivitas antihiperurisemia paling besar adalah ekstrak dosis 400 mg/kg BB, sedangkan pada ekstrak dosis 200 dan 800 mg.kg BB memiliki aktivitas yang sama. Ketiga kelompok uji menunjukkan aktivitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol positif, sehingga aktivitasnya dapat dikatakan tidak sebanding. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas antihiperurisemia pada biji juwet adalah flavonoid, alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, dan glikosida.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]