Show simple item record

dc.contributor.advisorKartika
dc.contributor.advisorRoziq, Ahmad
dc.contributor.authorJAUHAR, MOH. DIO AWALUDIN
dc.date.accessioned2016-08-05T08:28:04Z
dc.date.available2016-08-05T08:28:04Z
dc.date.issued2016-08-05
dc.identifier.nim110810301005
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/75873
dc.description.abstractSejak krisis moneter “merontokkan” perekonomian nasional, tidak diragukan lagi UMKM adalah penyelamat, sehingga proses pemulihan ekonomi dapat dilakukan. UMKM mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang tidak dapat dilakukan usaha besar. Melihat jumlah UMKM dan perannya dalam perekonomian yang cukup besar tersebut, maka dapat dijadikan sokoguru perekonomian nasional dari potensi yang dimilikinya (Kurniawan, 2000). UMKM dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia cukup besar, yaitu sebanyak 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tahun 2014 adalah lebih dari 57.900.000 (lima puluh tujuh juta Sembilan ratus ribu rupiah) unit, dan merupakan unit usaha terbesar dari total unit usaha yang ada dengan memberi kontribusi terhadap PDB 58,92 persen. Ini menandakan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang penting terutama dalam memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat menjadi penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sektor usaha mikro, kecil dan menengah sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Namun, pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia saat ini belum sepenuhnya diimbangi peningkatan kualitas UMKM yang ada. Hal ini karena masih ada kendala terbesar yang di hadapi dalam mengembangkan usaha, yaitu keterbatasan modal (www.kemenkop.go.id). Rendahnya permodalan merupakan salah satu ciri utama UMKM, karena UMKM masih dijalankan sebagai pekerjaan sampingan, sehingga orientasi pasar menjadi terbatas. UMKM seharusnya jangan dianggap sebagai usaha sampingan, sehingga produk yang dihasilkan tidak saja dipasarkan secara dosmetik, tetapi juga mampu bersaing dengan pasar global. Jika UMKM memiliki modal cukup, maka dapat dilakukan ekspansi pasar dan riset produk, sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain (Susilo 2012). Lembaga keuangan syariah yang saat ini hadir sebagai wujud perkembangan aspirasi bagi masyarakat yang menginginkan kegiatan perekonomian dengan berdasarkan prinsip syariah, selain lembaga keuangan konvensional yang telah berdiri selama ini. Lembaga keuangan syariah tersebut diantaranya adalah bank syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau lembaga keuangan mikro syariah. Ada dua metode pembiayaan yang diterapkan di bank syariah, yaitu metode non-profit loss sharing (non-PLS) berupa pembiayaan dengan sistem jual beli termasuk sewa beli dan metode profit loss sharing (PLS) berupa pembiayaan dengan sistem bagi-hasil. Menurut Triyuwono (2004) dalam sistem bagi hasil, tingkat bunga diganti dengan tingkat laba, oleh karena itu sistem investasi didorong oleh tingkat laba, ketika tingkat laba lebih tinggi maka total investasi juga lebih tinggi. Sehingga tingkat laba yang positif dapat mengeliminasi permintaan uang spekulatif, tingkat inflasi dapat dikurangi, karena hanya ada permintaan aktual untuk investasi riil. Secara umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Namun dalam praktiknya akad yang paling banyak dipakai adalah mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah pada dasarnya merupakan pembiayaan yang sempurna, hal ini dikarenakan pada pembiayaan tersebut digunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing). Selain menggunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing), hal lain yang membuat ideal adalah adanya pembagian kerugian (loss sharing). Kerugian pada pembiayaan dengan akad mudharabah akan ditanggung sepenuhnya oleh bank, kecuali bila mitra usaha melakukan kelalaian dan kesengajaan yang menyebabkan dialaminya kerugian. Kerugian pada pembiayaan dengan akad musyarakah akan dihitung sesuai dengan porsi modal masing-masing pihak, yaitu pihak bank dan mitra usaha. Pada dasarnya dengan prinsip bagi kerugian (loss sharing) ini, maka kedua pihak yaitu pihak mitra usaha dan pihak bank akan berusaha untuk menghindari terjadinya kerugian tersebut. Mereka akan bekerjasama guna menghindari terjadinya kerugian usaha mereka, mitra usaha akan bekerja keras dalam mengembangkan usahanya, di sisi lain pihak bank memberikan pembinaan dan pengawasan dalam usaha tersebut. Jember sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang memiliki UMKM yang banyak yakni sejumlah 1387 unit yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM. Pertumbuhan UMKM di Kabupaten Jember (www.diskop.jatim.go.id), diklaim menjadi yang terbesar untuk wilayah Propinsi Jawa Timur. Bahkan, Kabupaten Jember disebutkan mampu menyumbang pertumbuhan sebesar 6,2%, dari total seluruh UMKM di Propinsi di Jawa Timur pada tahun 2014. Hal ini menunjukan bahwa iklim usaha yang ada di Jember sangat dinamis dan diikuti juga dengan perkembangan lembaga-lembaga perbankan dalam menopang UMKM tersebut dari sisi permodalan/pembiayaannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan multi case studies, yaitu penelitian yang mengkaji dua atau lebih subjek, latar atau tempat penyimpanan data penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan melakukan studi lapangan/survei digunakan untuk menemukan mengungkap, mengurai permasalahan pembiayaan sistem bagi hasil di UMKM dan mitra kerjanya, Bank Jatim Syariah, Bank BRI Syariah dan Koperasi Syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan sekunder. Data primer yang berupa persepsi/pendapat tentang pembiayaan dengan sistem bagi hasil diperoleh dari persepsi pelaku usaha UMKM dan persepsi manajer Bank Jatim Syariah, Bank BRI Syariah dan Koperasi Syariah Baitul Maal Wat Tamwil. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber dokumen usaha UMKM, laporan keuangan usaha UMKM dan dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh mitra kerjanya yaitu bank syariah dan koperasi syariah. Selanjutnya metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Validitas dalam penelitian kualitatif adalah kepercayaan dari data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat mempresentasikan dunia sosial di lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data kualitatif hasil wawancara dan catatan lapangan. Setelah data-data ini diperoleh peneliti, maka akan dilakukan analisis data menggunakan pendekatan deskriptif, di mana peneliti mengdeskripsikan arti data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan dari 4 lembaga keuangan syariah memiliki pembiayaan sistem bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah sebagai salah satu produk dari lembaga keuangan syariah dalam memberikan pelayanan kepada mitra usahanya. Namun dalam pelaksanaanya, terdapat 3 permasalahan pokok yang sebagian besar dialami pembiayaan dengan skema bagi hasil, yang pertama minimnya laporan keuangan UMKM, kedua terdapat side streaming yang dilakukan oleh mitra usaha dan ketiga terdapat asimetri informasi. Dari permasalahan tersebut peneliti memberikan solusi yaitu perlunya pembinaan dan pendampingan UMKM dalam membuat laporan keuangan, Monitoring yang dilakukan secara berkala, Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya kejujuran, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Insani lembaga keuangan syariahen_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSISTEM BAGI HASILen_US
dc.subjectLEMBAGA KEUANGAN SYARIAHen_US
dc.subjectUSAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAHen_US
dc.subjectUMKMen_US
dc.titlePEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN JEMBERen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record