JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI SEPANJANG JALUR PENDAKIAN KAWASAN HUTAN LUMUT SUAKA MARGASATWA “DATARAN TINGGI YANG”, PEGUNUNGAN ARGOPURO
Abstract
Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan divisi tumbuhan yang telah memiliki kormus yaitu akar, batang, dan daun sejati. Namun, tumbuhan paku merupakan tumbuhan tingkat rendah, karena belum mampu menghasilkan biji. Tumbuhan paku mempunyai ciri khas yaitu pada setiap daun muda yang baru muncul membentuk gulungan (crozier). Tumbuhan paku dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena pada organ tumbuhan paku tersebut terdapat senyawa aktif yang dapat mengobati bermacam-macam penyakit. Khasiat obat yang dimiliki tumbuhan paku disebabkan kandungan senyawa bioaktif fitokimianya yang mempunyai pengaruh fisiologis tertentu dalam tubuh manusia. Tumbuhan paku hidup di habitat yang memiliki kelembaban yang tinggi yakni kawasan hutan hujan tropis. Daerah dengan kondisi tersebut umumnya dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Salah satu tempat yang memiliki ketinggian tersebut adalah Suaka Margasatwa “Dataran Tinggi Yang”, Pegunungan Argopuro. Kawasan tersebut masuk diempat kabupaten yaitu Kabupaten Probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Situbondo. Letak geografisnya pada 7º 56’ 45” – 7º 41” 22” LS dan 112º 38’ 38” – 112º 39’ 11” BT. Pada kawasan tersebut terdapat berbagai macam tumbuhan paku sehingga memiliki keanekaragaman yang tinggi serta dari tiap jenis tumbuhan paku tersebut memiliki ciri khas untuk diamati dan memiliki berbagai senyawa aktif didalam organnya yang berpotensi sebagai obat.
Pengambilan sampel dilakukan selama 3 hari, (5-8 Juli 2015) yang berlokasi di Hutan Lumut, Suaka Margasatwa “Dataran Tinggi Yang”, Pegunungan Argopuro Pengambilan spesimen dilakukan di sepanjang jalur pendakian hutan lumut, kemudian spesimen diidentifikasi di Laboratorium Botani dan Kultur Jaringan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember dan dilakukan konfirmasi dengan identifikasi lanjutan di Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong.
Metode yang digunakan dalam pengambilan spesimen adalah secara acak terstruktur di sepanjang jalur pendakian dari taman hidup menuju Cemoro Sewu sepanjang 2 km. Sepanjang jalur pendakian tersebut dibagi menjadi 20 titik yang masing-masing titik berjarak 100 m dan diberi nomor 1 sampai 20. Dari titik tersebut kemudian ditarik garis tegak lurus ke arah kanan sejauh 15 m, ujung dari garis tersebut merupakan titik pusat. Dari masing-masing titik pusat tersebut kemudian dibuat plot dengan ukuran 6x15 m dengan bentuk plot persegi panjang. Didalam plot tersebut dipilih 5 pohon secara acak yang pada permukaan batangnya dijumpai paku epifit. Paku epifit yang diambil sebagai sampel yang tumbuh di permukaan batang pohon, setinggi maksimal 1,5 m dari permukaan tanah. Sedangkan untuk paku terestrial, semua jenis tumbuhan paku yang terdapat didalam plot dan yang memiliki ciri morfologi berbeda diambil sampelnya. Sampel tumbuhan paku yang sudah dikoleksi, selanjutnya diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologinya seperti bentuk dan warna batang, percabangan batang, bentuk dan warna daun, bentuk tulang daun, tepi daun, ukuran dan letak sorus, bentuk sisik dan bentuk paraphysis. Berdasarkan karakteristik morfologi tersebut kemudian ditentukan tingkatan taksonnya sampai ke takson jenis. Penentuan potensi obat tumbuhan paku didasarkan pada studi literatur.
Hasil penelitian di sepanjang jalur pendakian hutan lumut, Pegunungan Argopuro telah diperoleh 8 suku tumbuhan paku yang terdiri atas 19 jenis. Dari 19 jenis tumbuhan paku yang diperoleh 15 jenis diantaranya merupakan paku terestrial yaitu Cyathea crenulata, Dennstaedtia flaccida, Polystichum tenggerense, Lastreopsis munita, Lastreopsis marginans, Dryopteris adnata, Polystichum biaristatum, Lastreopsis rufescens, Lastreopsis smithiana, Sphaerostephanos heterocarpus, Diplazium assimile, Athyrium mearnsianum, Diplazium pallidum, Cornopteris opaca, dan Diplazium dilatatum. Sedangkan, 4 jenis lainnya merupakan paku epifit yaitu Blechnum melanocaulon, Davallia hymenophylloides, Antrophyum subfalcatum, dan Vaginularia macrocarpa. Suku yang paling dominan adalah Dryopteridaceae dengan 7 jenis diikuti Woodsiaceae 5 jenis dan Vittariaceae dengan 2 jenis. Dari 19 jenis tumbuhan paku tersebut semuanya memiliki potensi sebagai obat dan telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati bermacam-macam penyakit seperti cacingan, diare, penurun panas, anti oksidan, anti inflamasi, mengatasi gangguan pada kulit, batuk berdahak serta anti diuretik.