dc.description.abstract | Pelanggaran hukum dalam penyalahgunaan narkotika dapat dijatuhkan
hukuman bagi pelakunya melalui suatu acara pemeriksaan di pengadilan baik
melalui pemeriksaan singkat, cepat, banding, kasasi, maupun upaya hukum luar
biasa untuk mendapatkan kebenaran yang seadil-adilnya. Seperti tindak pidana
yang dilakukan oleh Rudy Santoso alias Rudy bin Soenoto yang didakwa dan
diancam pidana seperti dalam Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berisi “Setiap orang yang
tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”. Dalam Putusan No.
3337/Pid.B/ 2011/PN.Sby maupun dalam Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya
Nomor 236/Pid/2012/PT. Sby amar putusannya tetap menyatakan bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Sehingga
pada akhirnya diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan terdakwa di putus bebas.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas kasus tersebut yang
kemudian diangkat sebagai isu hukum dengan rumusan masalah sebagai berikut :
rumusan pertama, Apakah akibat hukum atas putusan Mahkamah Agung
No.1614K/Pid.Sus/2012 dengan mengambil alih dan mengadili sendiri putusan
judex facti yang tidak menerapkan Pasal 33 Ayat (3) dan Ayat (4) KUHAP,
sedangkan rumusan kedua, Apakah dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung
dalam memutus bebas terdakwa perkara Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikaitkan dengan Pasal 253 ayat (1)
huruf a KUHAP. | en_US |