PERBEDAAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) DENGAN BERBAGAI JENIS PELARUT TERHADAP MORTALITAS LARVA NYAMUK Aedes aegypti L.
Abstract
Nyamuk Aedes aegypti L. merupakan vektor penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) yang menjadi penyakit endemik di negara-negara tropis salah satunya
Indonesia. Pengendalian nyamuk Aedes aegypti L. sebagai vektor perlu dilakukan
secara tepat dengan cara memotong siklus hidupnya pada saat tahap larva
menggunakan larvasida alami. Daun sirih hijau (Piper betle L.) telah terbukti
mengandung senyawa aktif yang bersifat toksik pada larva Aedes aegypti L., senyawa
aktif tersebut ditarik oleh suatu pelarut pada saat proses ekstraksi. Pemilihan pelarut
yang sesuai merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi. Pada penelitian ini,
peneliti melakukan ekstraksi menggunakan berbagai macam pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda. Untuk pelarut yang bersifat non polar menggunakan nheksan,
semipolar menggunakan pelarut etil asetat dan untuk pelarut yang bersifat
polar menggunakan pelarut metanol.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya perbedaan
toksisitas ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dengan berbagai jenis pelarut (nheksana.,
etil asetat dan metanol) yang ditunjukkan dengan nilai LC50, LC90 dan LT50,
LT90 mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti L. dengan waktu dedah 24 jam dan 48
jam selain itu, untuk mengetahui kondisi air yang meliputi warna dan bau setelah
penambahan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Toksikologi, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan dan Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Penelitian ini menggunakan tiga macam pelarut yang mempunyai sifat kepolaran
yang berbeda yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol yang diekstraksi secara
x
bertingkat. Larva nyamuk Aedes aegypti L. yang digunakan diperoleh dari
Laboratorium Entomologi ITD (Institute of Tropical Disease) UNAIR Surabaya.
Data hasil diuji menggunakan SPSS statistik 17.0.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semakin lama waktu pemaparan
dan semakin tinggi serial konsentrasi (ppm) ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
dengan berbagai jenis pelarut maka semakin tinggi pula tingkat mortalitas larva
nyamuk Aedes aegypti L.. Hasil analisis data, nilai LC50 dengan waktu dedah 24 jam
dan 48 jam berturut-turut untuk pelarut n-heksan adalah 1467,53 ppm dan 964,97
ppm, untuk pelarut etil asetat adalah 1095,16 ppm dan 826,018 ppm, sedangkan
untuk pelarut metanol 1378,39 ppm dan 1130,51 ppm. Hasil penelitian untuk LC90
dengan waktu dedah 24 jam dan 48 jam berturut-turut untuk pelarut n-heksan adalah
2001,26 ppm dan 1468,08 ppm, untuk pelarut etil asetat adalah 1253,94 ppm dan
1131,34 ppm, dan untuk pelarut metanol adalah 2319,74 ppm dan 1877,75 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun
sirih hijau (Piper betle L.) dengan pelarut etil asetat mempunyai daya bunuh larva uji
paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dengan
pelarut n-heksana dan metanol. Kondisi air setelah penambahan ekstrak daun sirih
hijau (Piper betle L.) terjadi perubahan warna serta mempunyai bau khas daun sirih.
Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan terkait dampak penggunaan pelarut nheksana,
etil asetat dan metanol setelah ekstrak diaplikasikan pada kehidupan seharihari
serta hendaknya dilakukan pembuatan granul agar lebih tahan lama dan lebih
mudah untuk diaplikasikan.