KRISIS POLITIK DI MESIR : KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP MILITER MESIR
Abstract
AS dengan Mesir terlibat hubungan kerjasama berbagai bidang yang semakin
intens setelah ditandatanganinya perjanjian Camp David. Diantara berbagai bidang
kerjasama tersebut, bidang militer mendapat perhatian serius dari AS karena militer
dianggap memiliki peran yang penting. Untuk itu terjadi kerja sama militer seperti
bantuan keuangan militer atau FMF, perlengkapan militer sampai adanya pertemuan
tahunan rutin antara pejabat tinggi militer AS dengan militer Mesir.
Kerja sama terus berlanjut sampai terjadinya krisis politik di Mesir pada 25
Januari 2011, dimana terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut Hosni
Mubarak mundur sebagai presiden Mesir. Krisis yang terjadi membuat munculnya
potensi kekuatan oposisi Mesir. Diantara potensi kekuatan oposisi tersebut, ternyata
juga rentan muncul kekuatan anti terhadap AS dan sekutunya. Untuk itu AS berupaya
tetap berhubungan dengan militer Mesir.
Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data yang berasal dari sumber
pustaka sekunder seperti buku, situs internet, sampai skripsi yang memiliki relevansi
dengan penelitian mengenai apa saja kepentingan AS ketika krisis politik terjadi.
Militer Mesir merupakan satu-satunya insitusi yang dipercaya AS, untuk itu
kepentingan AS terhadap militer Mesir yang dapat diidentifikasi ada dua.
Kepentingan pertama yaitu terciptanya stabilitas politik dan keamanan di Mesir. Ini
terkait dengan kepentingan AS di Mesir diantaranya yaitu mengamankan jalur
perdagangan di terusan Suez. Ini disebabkan terusan Suez yang berfungsi sebagai
jalur distribusi minyak dunia dimana pasokan minyak yang berasal dari Timur
Tengah didistribusikan ke Eropa dan AS. Harga minyak di AS pun mengalami
kenaikan. Padahal AS yang notabene pengimpor minyak terbesar otomatis
bergantung pada impor minyak. Untuk itu AS menginginkan militer Mesir untuk
menjadi stabilisator keadaan karena AS memandang militer Mesir memiliki
pertahanan yang kuat. Sehingga AS percaya pada kemampuan militer Mesir untuk
menyediakan keamanan negara, baik di dalam dan di sepanjang terusan Suez. Dengan
adanya legitimasi kekuasaan di deklarasi konstitusional yang dipegang oleh SCAF
(Supreme Council of the Armed Forces ) atau dewan militer Mesir pada pasal 53 dan
54, maka SCAF dapat leluasa mengamankan Mesir, termasuk terusan Suez.
Kepentingan yang kedua yaitu terlaksanannya transisi dan suksesi politik yang
menghasilkan pemerintah yang kooperatif dengan AS. AS tidak ingin oposisi Mesir
yang menggantikan Mubarak berasal dari islam yang AS anggap fundamentalis atau
oposisi non islam fundamentalis tetapi anti terhadap AS seperti Hamdeen Sabahi
yang pasti akan menghentikan semua kepentingan AS di Mesir. Untuk itu AS
menginginkan militer Mesir menjadi pemimpin Mesir selama krisis politik terjadi.
Karena jika oposisi seperti Ikhwanul Muslimin yang berkuasa di Mesir, maka AS
akan menghentikan semua bantuan untuk Mesir. Militer Mesir tentu tidak
menginginkan kondisi tersebut. Kekuasaan SCAF untuk mengendalikan oposisi
Mesir anti AS juga mendapat legitimasi karena telah disahkan melalui deklarasi
konstitusi yang telah dikeluarkan oleh SCAF, misalnya pasal 4 yang menyatakan
larangan pembentukan partai politik yang berdasarkan dasar agama.
Setelah dilakukan penelitian, maka kepentingan AS terhadap militer Mesir
ketika terjadi krisis politik di Mesir tahun 2011 karena ada dua kepentingan.
Kepentingan pertama, terciptanya stabilitas politik dan keamanan di Mesir, dimana
hal tersebut terkait dengan kepentingan AS terhadap minyak yang melewati terusan
Suez. Kepentingan AS yang lain yaitu terlaksanannya transisi dan suksesi politik yang
menghasilkan pemerintah yang kooperatif dengan AS karena ini terkait dengan
kepentingan AS di Mesir yaitu mencegah adanya dominasi kekuatan di Mesir yang
memiliki kepentingan yang berlawanan dengan AS.