STATUS WILAYAH PERAIRAN FALKLAND DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Abstract
Sengketa Kepulauan Falkland kembali menghangat kembali setelah hampir tiga
dekade pasca perang besar yang melibatkan Inggris dan Argentina pada tahun 1982.
Hubungan kedua negara kembali memanas setelah perusahaan minyak Inggris
mengumumkan rencana pengeboran minyak di Atlantik Selatan, sekitar 90 km
sebelah utara Kepulauan Falkland. Posisi perairan Falkland yang menjadi sengketa
kedua negara saat ini merupakan implikasi dari ketidakjelasan status kedaulatan dari
Kepulauan Falkland itu sendiri. Dengan cadangan minyak bumi sebanyak 60 miliar
barel yang setara dengan US$ 4 triliion menjadi magnet bagi kedua negara untuk
menguasai wilayah tersebut. Untuk memecahkan masalah tersebut maka
digunakanlah UNCLOS 1982 sebagai produk hukum internasional yang berisi aturanaturan
kemaritiman untuk memberikan yurisdiksi wilayah maritim suatu daerah.
Dalam hal ini berdasarkan aturan-aturan dalam UNCLOS 1982 mengenai landas
kontinen, posisi wilayah perairan yang dipersengketakan memiliki tiga kemungkinan
status kepemilikan. Pertama, kemungkinan perairan Falkland menjadi milik
Argentina. Kedua, kemungkinan perairan Falkland menjadi milik Inggris. Ketiga,
kemungkinan status quo perairan Falkland sesuai dengan resolusi PBB No. 2065
Tahun 1965. Masalah sengketa Kepulauan Falkland ini telah menjadi pembahasan
dalam sidang-sidang PBB dalam upaya menyelesaikan masalah ini. Namun, upaya
tersebut terbentur oleh kepasifan Inggris dalam menyelesaikan masalah kedaulatan
Falkland sehingga semakin memperpanjang konflik kedua negara sekaligus
ketidakjelasan status wilayah Kepulauan Falkland itu sendiri.