DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS KOPI ARABIKA KINTAMANI BALI TAHUN 2002-2008
Abstract
Skripsi ini membahas tentang sejarah perkembangan perkebunan Kopi Arabika Kintamani Bali sebelum tahun 2002, fungsi dan peran Subak Abian serta isi dari awig-awig Subak Abian yang diterapkan dalam sistem budidaya kopi dan dampak diberlakukannya awig-awig tersebut. Dalam penggarapan penelitian ini digunakan metode sejarah dengan pendekatan ekologi budaya dan tiga wujud kebudayaan menurut J.J Honingmann yang memanfaatkan sumber-sumber tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan pembahasan. Hasildari penelitian ini menunjukkan bahwa budidaya Kopi Arabika di kawasan Kintamani sudah ada sebelum pemerintah colonial Belanda menerapkan sistem tanam paksa. Perlahan-lahan reputasi kopi semakin hilang karena kondisi perkebunan yang rusak dan berkurang secara drastis sebagai akibat dari kebijakan pemerintah Jepang ditambah meletusnya Gunung Batur dan Gunung Agung.Padatahunanggaran 1979/1980 pemerintah Indonesia menggulirkan Proyek Peremajaan, Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekpor (PRPTE) untuk meningkatkan produksi. Produksi kopi meningkat namun tidak diiringi dengan peningkatan mutu hingga tahun 1987-1988 mulai dilakukan kerjasama dengan eks PTP XXVI. Sejak proyek tersebut dicanangkan Subak Abian sebagai penyambung pemerintah kepada para petani kopi mulai diperhatikan dan dikenal secara resmi. Hingga pada tahun 2002 pemerintah menggulirkan proyek perlindungan Indikasi Geografis (IG) yang bertujuan melindungi dan mengembangkan produk khas kawasan Kintamani yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) dan CIRAD. Subak Abian dan awig-awignya berperan cukup besar dalam proses pengembangan dan pelaksanaan proyek tersebut. Sanksi dalam awig-awig Subak Abian digunakan untuk mempertegas peraturan budidaya yang telah disepakati karena Kopi Arabika Kintamani Bali dibudidayakan secara organik. Perolehan sertifikat Indikasi Geografis pada tahun 2008 menunjukkan bahwa perkebunan kopi rakyat mampu menghasilkan produk kopi yang bermutu, baik itu mutu fisik maupun mutu cita rasa sesuai dengan keinginan pasar jika mereka diberikan pengetahuan yang memadai melalui pembinaan secara terpadu, terkoordinasi dan berkesinambungan.