dc.description.abstract | Hepar adalah organ terbesar pada tubuh manusia, yang terletak dalam
rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Hepar juga
menyumbang sekitar 2% berat tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada manusia
dewasa. Fungsi hepar adalah sebagai pusat metabolisme terbesar di tubuh seperti
metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin, hormon, obat-obatan dan zat
lain. Apabila terjadi kerusakan hepar akan berdampak pada keabnormalitasan
berbagai fungsi dari organ tersebut. Hepar rentan sekali terhadap berbagai
gangguan seperti gangguan metabolik, toksik, dan sirkulasi. Gangguan hepar yang
paling sering menyebabkan kerusakan antara lain akibat proses infeksi,
metabolisme obat, konsumsi alkohol berlebihan, dan dekompensasi jantung.
Berbagai obat-obatan yang sifatnya hepatotoksik juga bisa menyebabkan
kerusakan hepar antara lain paracetamol, tetrasiklin, isoniazid, sulfonamid,
kontrasepsi oral, halotan, alfametidopa, karbontetraklorida, obat antineoplastik,
dan lain-lain.
Karbontetraklorida (CCl4) adalah toksin yang bias menyebabkan
kerusakan hepar. CCl4 merupakan cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dan
digunakan dalam industri sebagai pelarut organik. CCl4 dapat menembus
membran sel dan CCl4 yang tertelan akan didistribusikan ke semua organ, tapi
efek toksiknya terutama terlihat pada hepar. Pemberian CCl4 dengan dosis toksik
pada hewan dapat menyebabkan akumulasi lemak pada hepar akibat blokade
sintesis lipoprotein yang berfungsi sebagai pembawa lemak dari hepar. Kerusakan
pada hepar dapat dinetralisir dengan pemberian antioksidan dari protein
terhidrolisis biji melinjo (Gg-AOP).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis protein biji melinjo
terhidrolisis (Gg-AOP) (Gnetum gnemon Linn.) dan untuk mengetahui apakah
protein biji melinjo terhidrolisis (Gg-AOP) (Gnetum gnemon Linn.) dalam
mencegah peningkatan kadar alkali fosfatase dibandingkan dengan kontrol positif.
Jenis penelitian yang digunakan adalah True experimental laboratories.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group
Design. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling dan
sampel yang digunakan adalah tikus wistar jantan, umur 2-3 bulan, berat badan
170-250 gram, dan kondisi fisik sehat. Terdapat enam kelompok perlakuan, yaitu
kelompok K diberikan aquades selama 7 hari; kelompok K (-) diberikan aquades
selama 7 hari dan diberi CCl4 1,5 ml/kgBB secara peroral pada hari ke-7;
kelompok K (+) diberikan Glutathion reduced minimum 99% dosis 10 mg/kgBB
selama 7 hari dan diberi CCl4 1,5 ml/kgBb secara peroral pada hari ke-7;
kelompok P1, P2, dan P3 masing-masing diberikan protein Gg-AOP dengan dosis
10, 20, dan 30 mg/kgBB selama 7 hari dan pada hari ke-7 diberikaan CCl4
1,5ml/kgBB. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus dengan total
sampel 24 tikus. Sampel darah diambil pada hari ke-8 dan diukur kadar enzim
ALP. Kemudian dilakukan analisis data menggunakan One Way ANOVA
(Analysis of Variance). Data analisis One Way ANOVA dilanjutkan dengan
analisis post hoc multiple comparison dengan metode LSD (Least Significantly
Difference).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa protein Gg-AOP terhidrolisis
mampu mencegah peningkatan kadar ALP tikus wistar yang diinduksi CCl4.
Protein Gg-AOP terhidrolisis dosis 30 mg/kgBB memiliki efek paling kuat dalam
mencegah peningkatan kadar ALP. | en_US |