PENGARUH PERBANDINGAN MOLARITAS KOMPLEKS INKLUSI GLIBENKLAMID-β-SIKLODEKSTRIN TERHADAP PERSENTASE PELEPASANNYA
Abstract
Glibenklamid atau gliburid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus tipe II. Berdasarkan Biopharmaceutical Classification System (BCS),
glibenklamid termasuk dalam BCS kelas II yang berarti glibenklamid memiliki
kelarutan rendah dan memiliki bioavailabilitas yang baik. Jika kelarutan suatu obat
rendah, maka dapat mengakibatkan disolusinya jelek dan bioavailabilitas yang tidak
terduga. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat adalah
pembentukan kompleks inklusi. Pembentukan kompleks inklusi dapat mengakibatkan
perubahan sifat-sifat fisikokimia molekul obat seperti kelarutan, laju disolusi,
reaktivitas kimia, dan konstanta disosiasinya. Pembentukan kompleks inklusi dapat
dilakukan salah satunya dengan menggunakan siklodekstrin.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan rasio
molaritas pada pembentukan kompleks inklusi antara glibenklamid dengan β-
siklodekstrin terhadap persentase pelepasan glibenklamid serta untuk mengetahui
rasio molaritas glibenklamid dan β-siklodekstrin yang memberikan persentase
pelepasan yang paling baik.
Pembentukan kompleks inklusi dilakukan dengan metode netralisasi. Metode
netralisasi ini didasarkan pada pengendapan senyawa inklusi dengan teknik
netralisasi. Terdapat 4 formula dalam penelitian ini yaitu kompleks inklusi
glibenklamid dan β-siklodekstrin dengan rasio molaritas 1:1 (F1), kompleks inklusi
glibenklamid dan β-siklodekstrin dengan rasio molaritas 1:2 (F2), kompleks inklusi
glibenklamid dan β-siklodekstrin dengan rasio molaritas 1:3 (F3), kompleks inklusi
glibenklamid dan β-siklodekstrin dengan rasio molaritas 1:4 (F4). Keempat formula
tersebut kemudian dilakukan beberapa pengujian, yaitu uji kelarutan yang dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif, penetapan kadar glibenklamid dalam kompleks
inklusi dan uji disolusi. Kompleks inklusi kemudian dikarakterisasi dengan
Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Hasil pengujian kemudian dianalisis statistik menggunakan One-Way ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Least Significantly Different (LSD).
Hasil uji kelarutan secara kualitatif menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi
rasio molaritasnya, maka semakin banyak serbuk yang dapat terlarut dalam dapar
fosfat pH 7,4. Sedangkan hasil uji kelarutan secara kuantitatif menunjukkan bahwa
semakin besar rasio molaritasnya maka semakin banyak glibenklamid yang terlarut
kedalam dapar fosfat. Hasil uji statistik untuk uji kelarutan menunjukkan hasil yang
memiliki perbedaan yang signifikan antara satu formula dengan formula yang lain.
Hasil penetapan kadar glibenklamid dalam kompleks inklusi menunjukkan
bahwa nilai CV pada F1 sebesar 3,392 %; F2 sebesar 4,717 %; F3 sebesar 3,145 %
dan F4 sebesar 4,033 %. Nilai CV <6 % menunjukkan bahwa serbuk tersebut
homogen. Hasil uji disolusi untuk kontrol, F1, F2, F3 dan F4 menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan persentase pelepasan glibenklamid dengan formula yang
memberikan persentase pelepasan yang paling tinggi adalah F4, yaitu sebesar 89,243
% dan formula yang memberikan persentase pelepasan yang paling rendah adalah
kontrol, yaitu sebesar 53,703 %. Hasil uji statistik untuk uji disolusi menunjukkan
bahwa tiap-tiap formula memiliki perbedaan yang signifikan.
Hasil uji FTIR pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan
karakteristik dari glibenklamid dan β-siklodekstrin pada spektra FTIR. Hasil uji DSC
menunjukkan bahwa terjadi perubahan titik lebur dan nilai entalpi peleburan dari
kompleks inklusi.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]