KAPASITAS PELAT BETON BERTULANG KOMBINASI BAJA DAN BAMBU MENGGUNAKAN TEORI GARIS LELEH
Abstract
Pelat merupakan salah satu bagian penting dari struktur bangunan dan tersusun dari beton dan
tulangan baja. Beton merupakan bagian dari pelat yang berfungsi menahan tekan namun beban
tarik sendiri ditahan oleh tulangan. Tulangan yang sering digunakan saat ini adalah tulangan baja
namun karena baja merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dibaharui dibutuhkan
alternatif lain untuk menggantikan tulangan baja. Penelitian ini menggunakan dua jenis tulangan
yaitu baja dan bambu. Kedua tulangan tersebut dikombinasikan dalam pelat dengan tujuan untuk
mengetahui kapasitas runtuh maksimum pada pelat. Bambu dipilih sebagai salah satu jenis
tulangan karena jumlahnya yang banyak tersedia di alam dan termasuk dalam sumber daya alam
yang dapat diperbaharui. Bambu juga merupakan sumber daya alam yang mudah diolah dan
harga bambu lebih ekonomis.
Teori garis leleh adalah teori yang diperkenalkan oleh K. W. Johansen pada tahun 1940-an.
Teori ini merupakan solusi batas atas untuk mengetahui beban runtuh dari pelat dan membantu
untuk memperkirakan keadaan akhir dari pelat yang didesain dengan model tulangan tertentu,
serta untuk mengetahui pengaruh dari model penulangan yang sederhana dan pengaruh dari
perletakannya.
Dari hasil penelitian didapatkan beban runtuh pelat bertulang kombinasi baja dan bambu ratarata
lebih besar 38% dari analisa garis leleh yang pertama dan lebih besar 21,02% dari analisa
garis leleh kedua. Beban runtuh terbesar pada pengujian pelat bertulang kombinasi adalah Pelat 3
sebesar 3187,33 kg dan beban runtuh terkecil pada pengujian pelat bertulang kombinasi adalah
Pelat 12 sebesar 1270,14 kg.